REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perubahan keadaan bisa terjadi kapan saja sesuai dengan takdir Allah SWT. Hal itu tergantung bagaimana manusia menyikapi takdir Allah SWT yang baik maupun buruk.
Pimpinan Majelis Taklim dan Dzikir Baitul Muhibbin, Habib Abdurrahman Asad Al-Habsyi mengatakan, semenjak diciptakan, tabiat dasar manusia memang tidak pernah merasa puas dan berkeluh kesah, termasuk dalam menyikapi takdir. "Apabila diberi kesenangan, manusia lalai dan terbuai," katanya saat menyampaikan kajian virtualnya, Jumat (3/7).
Namun, manusia itu sebaliknya jika diberi kesulitan, ia akan bersedih dan gelisah tak berkesudahan. Padahal sejatinya bagi seorang Mukmin, segala yang terjadi pada dirinya, seharusnya tetap menjadi kebaikan bagi dirinya.
"Bahwasanya hanya orang beriman yang bisa lurus dalam menyikapi silih bergantinya situasi dan keadaan," katanya.
Hal ini karena ia meyakini keagungan dan kekuasaan Allah Ta’ala serta tahu akan kelemahan dirinya.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ عِظَمُ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ.
Dari Anas bin Malik dari Rasulullah bersabda: "Besarnya pahala sesuai dengan besarnya cobaan, dan sesungguhnya apabila Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Oleh karena itu, barangsiapa ridla (menerima cobaan tersebut) maka baginya keridhaan, dan barangsiapa murka maka baginya kemurkaan." Hadits Ibnu Majah Nomor 4021
"Semoga ridha Allah senantiasa bersama kita. Aamiin," katanya menutup majelisnya dengan doa.