REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melalui unit litbangnya berupaya mencari solusi terbaik dalam penanganan slag nikel agar bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku industri. Upaya ini selaras dengan kebijakan pengelolaan lingkungan yang baik atau program ekonomi sirkular atau ekonomi berkelanjutan.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Doddy Rahadi mengatakan, balai-balai Kemenperin telah memiliki teknologi, peralatan dan SDM yang memadai dalam kegiatan pengujian, penelitian, penyusunan standar. Termasuk konsultasi dalam rangka penanganan slag nikel.
Ia menyampaikan, terdapat empat unit litbang Kemenperin yang telah berperan langsung terhadap penanganan slag nikel. Meliputi Balai Besar Logam dan Mesin (BBLM) Bandung, Balai Besar Keramik (BBK) Bandung, Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) Bandung, serta Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI) Semarang.
Saat ini jumlah produksi slag nikel di Indonesia mencapai 13 juta ton pertahun. "Slag peleburan logam memiliki potensi besar untuk digunakan sebagai bahan baku semen, konstruksi, infrastruktur jalan, maupun didaur ulang kembali sebagai bahan baku baja," kata Doddy di Jakarta, pada Kamis (2/7).
Doddy menambahkan, pada akhir 2019, telah terbit Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang material pilihan terak (slag) nikel hasil tanur listrik (electric furnace). SNI ini turut disusun oleh Kemenperin demi mendukung pengembangan standar slag nikel dan sebagai solusi pengelolaan slag nikel.
Keberadaan SNI juga dimaksudkan sebagai acuan. Tujuannya mengoptimalkan penggunaan slag nikel sebagai agregat, pengganti agregat alami dan penggunaan lainnya," kata dia.