REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Demonstran sayap kiri membakar bendera Amerika di dekat Gedung Putih pada Sabtu (4/6), sambil meneriakkan, "Amerika tidak pernah hebat". Insiden pembakaran bendera ini terjadi beberapa saat setelah Presiden Donald Trump menyampaikan pidato dalam perayaan Hari Kemerdekaan Amerika Serikat (AS).
Seperit dilansir The Hill, sebuah video menunjukkan, tepat di luar Gedung Putih terdengar para aktivis berteriak, "satu, dua, tiga, empat, perbudakan, genosida, dan perang. Lima, enam, tujuh, delapan, Amerika tidak pernah hebat". Pembakaran bendera tersebut dilakukan oleh Partai Komunis Revolusioner.
Kelompok lain yang ikut dalam aksi protes nasional pada 4 Juli adalah Refuse Fascism. Kelompok ini menyerukan agar Trump dan wakilnya Mike Pence lengser dari jabatannya. Kelompok Refuse Fascism dan Partai Komunis Revolusioner kerap menentang pemerintahan Trump dan kebijakannya.
Aksi demonstrasi di luar Gedung Putih terjadi ketika sebagian besar warga AS merefleksikan Hari Kemerdekaan dalam konteks protes nasional terhadap kebrutalan dan rasisme polisi. Aksi protes anti-rasisme tersebut berujung pada seruan untuk mengancurkan patung atau monumen Konfederasi tokoh-tokoh yang mendukung perbudakan.
Trump mengkritik aksi protes anti-rasisme dalam pidato Hari Kemerdekaan AS. Trump menyebut mereka sebagai kaum radikal kiri. "Kami sekarang dalam proses mengalahkan kaum radikal kiri, kaum Marxis, kaum anarkis, para agitator, para penjarah, dan orang-orang yang dalam banyak hal sama sekali tidak tahu apa yang mereka lakukan," ujar Trump dalam pidatonya.
Trump mengecam keras aksi pembakaran bendera pada peringatan Hari Kemerdekaan AS. Bulan lalu, Trump mengatakan, siapa saja yang membakar bendera Amerika harus masuk penjara. Membakar bendera Amerika merupakan tindakan yang tidak ilegal. Dalam kasus 1989 Texas v.Johnson, Mahkamah Agung memutuskan bahwa tindakan pembakaran bendera Amerika dilindungi oleh Amandemen Pertama.