Rabu 08 Jul 2020 17:34 WIB

Konsep Sehat dan Tradisi Pengobatan dalam Budaya Jawa

Masyarakat Jawa memiliki tradisi pengobatan dengan binatang selama ratusan tahun.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Fernan Rahadi
Obat-obatan herbal
Foto: dok istimewa
Obat-obatan herbal

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Guru Besar Universitas Sebelas Maret (UNS) bidang Kajian Budaya, Bani Sudardi memaparkan mengenai konsep sehat dan tradisi pengobatan dalam budaya Jawa. Hal itu disampaikan dalam webinar yang diselenggarakan Balai Litbang Agama Jakarta, Selasa (7/7) melalui aplikasi Zoom Meeting dan Youtube. Bani menyampaikan, saat ini pengobatan tradisional menjadi tren penelitian sehingga mulai timbul kesadaran tentang pengobatan tradisional.

"Secara sinkronik, Jawa memiliki empat wilayah besar, yaitu Jawa Banyumas, Jawa Yogyakarta-Solo atau Mataraman dengan wilayah membentang dari Purworejo sampai dengan Madiun, serta budaya Jawa Wetan dengan wilayah Caruban ke timur sampai Banyuwangi dan ke selatan masuk wilayah Malang. Di samping itu ada wilayah budaya Jawa yang disebut Jawa Koek, wilayah budaya Cirebon sampai dengan Banten," jelasnya, seperti tertulis dalam siaran pers, Rabu (8/7). 

Bani lebih fokus memaparkan pada wilayah budaya Yogyakarta-Solo atau sekitar Keraton Mataram. Pengobatan tradisional dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yakni pengobatan herbal dan pengobatan dengan menggunakan binatang.

Pengobatan penyakit dalam budaya Jawa pada mulanya tersimpan dalam tradisi lisan yang dilakukan secara turun temurun. Seiring dikenalnya tulisan, maka tradisi pengobatan tersebut kemudian ditulis baik pada lontar, bambu, maupun kulit binatang.

"Dalam tradisi Jawa baru, jenis karya untuk menuliskan pengobatan itu sering disebut primbon sejenis bunga rampai pengetahuan. Salah satu kitab primbon terbesar dalam tradisi Jawa yakni Serat Centhini. Selain itu, ada juga primbon-primbon kecil seperti Serat Primbon Atmasupana, Betal Jemur Adamakna, Primbon Ajiwara, Serat Munasiyat Jati, dan sebagainya," ungkapnya.

Salah satu manuskrip yang membahas mengenai konsep sehat dalam budaya Jawa yakni Serat Munasiyat Jati. Bani juga menjelaskan terdapat beberapa makanan yang dapat mempengaruhi kesehatan menurut serat tersebut.

"Makanan rebung dan ujung tanaman muda menyebabkan mudah tertipu karena tanaman muda itu masih empuk dan lemah. Kemudian daun kelor menjadikan lemah atau dilemahkan karena biasa digunakan untuk melumpuhkan ajian. Lalu daging kerbau dapat menjadikan tubuh tidak kuat karena kerbau terkenal binatang yang malas, itu yang ada pada Serat Munasiyat Jati," terangnya.

Serat Munasiyat Jati juga berisi beberapa larangan dan anjuran serta akibat dari perbuatan-perbuatan mengkonsumsi jenis makanan tertentu.

"Orang yang tidak makan sehari artinya mendekatkan pada kematian. Lalu orang yang Begadang terus-menerus menjadikan dirasuki siluman. Orang suka bertapa berperilaku seperti hewan. Kemudian menghindari makan nasi, daging, dan garam menjadikan badan selalu sehat dan bebas dari segala penyakit. Berikutnya orang yang canduk atau bekam akan menghilangkan pegal dan linu," katanya. 

Selain tradisi pengobatan secara herbal, masyarakat Jawa juga memiliki tradisi pengobatan dengan binatang sejak ratusan tahun silam. Tradisi pengobatan tersebut biasanya bercampur dengan kepercayaan atau ritual. 

"Binatang yang banyak digunakan untuk pengobatan tradisional ialah ayam yang nantinya akan dimanfaatkan telurnya. Dalam budaya Jawa, telur ayam yang biasa digunakan sebagai obat yakni telur ayam yang keluar pertama dari ayam yang sebelumnya belum pernah bertelur. Telur ini disebut telur tembean yang artinya baru bertelur. Telur ayam kampung juga dipercaya menyehatkan badan untuk semua umur," pungkasnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement