Jumat 10 Jul 2020 16:30 WIB

Israel Kelimpungan Hadapi Corona, Warga Geram ke Netanyahu

Netanyahu dinilai terlalu jumawa dalam hadapi Corona.

Buruh Palestina dari kota Hebron Tepi Barat membawa barang-barang  melintasi pos pemeriksaan Mitar saat melakukan perjalanan untuk bekerja menuju Israel di tengah pandemi virus coronavirus COVID-19, Selasa (5/5). Pekerja Palestina mencoba memasuki area perbatasan Israel untuk bekerja setelah larangan masuk diberlakukan di tengah kekhawatiran atas penyebaran pandemi COVID-19.
Foto: EPA-EFE/ABED AL HASHLAMOUN
Buruh Palestina dari kota Hebron Tepi Barat membawa barang-barang melintasi pos pemeriksaan Mitar saat melakukan perjalanan untuk bekerja menuju Israel di tengah pandemi virus coronavirus COVID-19, Selasa (5/5). Pekerja Palestina mencoba memasuki area perbatasan Israel untuk bekerja setelah larangan masuk diberlakukan di tengah kekhawatiran atas penyebaran pandemi COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Warga Israel geram dengan sikap pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dalam menangani pandemi virus korona. Pandemi virus tersebut telah menghancurkan ekonomi Israel dan otoritas dinilai tidak bergerak cepat untuk memulihkannya.

Seruan aksi protes anti-Netanyahu telah menyebar seperti virus di seluruh negeri. Salah satu warga Israel yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi menyatakan kemarahannya dalam sebuah wawancara langsung di televisi. Dia memperingatkan Netanyahu bahwa Israel "akan terbakar" jika pemerintah tidak segera memberikan bantuan.

Baca Juga

Awalnya, Netanyahu mendapatkan pujian atas keberhasilan manajemen Israel dalam menghadapi krisis kesehatan. Namun, saat ini para ahli kesehatan memperingatkan bahwa Israel hampir tidak mampu mengatasi krisis tersebut karena pemerintah terlalu jumawa.

Pada awal pandemi, Netanyahu bergerak cepat untuk menutup perbatasan negara dan memberlakukan langkah-langkah tegas untuk mengendalikan virus. Pada Mei, Israel menjadi salah satu otoritas pertama di dunia yang membuka kembali ekonominya. Netanyahu menyatakan di televisi bahwa negara-negara lain melihat ke Israel sebagai model dalam penanganan virus korona.

Namun, kini Israel menghadapi lonjakan drastis kasus virus Corona yang dikonfirmasi. Otoritas Israel kembali memberlakukan pembatasan sosial secara ketat. Para kritikus menyatakan, respons pemerintah dalam menghadapi lonjakan kasus sangat lambat.

"Manajemen krisis Corona adalah kegagalan nasional yang memalukan, itu berbahaya dan tanpa preseden. Orang-orang marah, dan mereka berhak untuk marah," ujar pemimpin oposisi Yair Lapid.

Penularan virus Corona di Israel berlangusng sangat cepat. Pihak berwenang melaporkan rekor kasus baru sebanyak lebih dari 1.000 per hari. Para ahli menuding otoritas Israel lengah dalam mengatasi pandemi. Seorang profesor kesehatan masyarakat dan anggota tim manajemen epidemi nasional, Ran Balicer mengatakan, Israel membuka negara terlalu cepat dan menginjak rem terlalu lambat.

Tingkat pengangguran di Israel melonjak lebih dari 25 persen akibat pandemi virus Corona. Selain itu, usaha kecil, industri makanan, hiburan, dan pariwisata menyatakan bahwa pembatasan sosial secara besar-besaran akan menjadi sebuah pukulan yang mematikan.

Sebuah jajak pendapat oleh Midgam Research & Consulting di Channel 12 TV menemukan sebanyak 46 responden mendukung kinerja pemerintahan Netanyahu. Jumlah tersebut menurun dari jajak pendapat pada Mei lalu, yakni sebesar 74 persen.

Hampir setiap hari warga Israel yang telah berputus asa karena terkena dampak pandemi berbaris di dapur umum untuk mendapatkan makanan secara gratis. Selain itu, aksi protes hampir setiap hari dilakukan oleh orang-orang yang kehilangan pekerjaan mereka.

Seorang pejabat tinggi Kementerian Kesehatan Israel pekan ini mengundurkan diri karena terjadi perbedaan pandangan terkait penanganan lonjakan kasus virus Corona. Dalam surat pengunduran dirinya, Kepala Departemen Pelayanan Kesehatan Publik, Sigal Sadetsky menyatakan bahwa penanganan pandemi telah kehilangan arah.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement