Jumat 10 Jul 2020 20:17 WIB

40 Menteri Dunia Bahas Energi dan Iklim Era Covid-19

Peserta menyampaikan dampak Covid-19 terhadap sistem energi masing-masing negara.

 Turbin angin, salah satu penghasil listrik yang ramah lingkungan
Foto: MICK TSIKAS/EPA-EFE
Turbin angin, salah satu penghasil listrik yang ramah lingkungan

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Sebanyak 40 menteri dari berbagai negara bergabung dalam pertemuan International Energy Agency (IEA) Clean Energy Transitions Summit untuk membahas permasalahan energi dan iklim global, Kamis (9/7). Peserta yang hadir juga menyampaikan dampak dari pandemi Covid-19 terhadap sistem energi masing-masing negara. 

Keterangan tertulis Kedutaan Besar Inggris di Jakarta yang diterima Republika, Jumat (10/7), menyebutkan, pertemuan ini mendukung transisi energi yang lebih bersih di tengah tantangan yang ada saat ini. Apalagi, biaya menggunakan energi terbarukan semakin murah dan ramah lingkungan.

Tema penting lainnya yang ikut dibahas adalah mengenai kebutuhan inovasi di bidang-bidang seperti misalnya hidrogen. Hal lain yang dibahas adalah pentingnya pemulihan yang inklusif dan berkeadilan, serta mendorong sektor kelistrikan untuk lebih memiliki ketahanan dan berkelanjutan. 

Ini adalah ajang pertemuan global terbesar di bidang energi & iklim. Negara-negara yang bergabung merepresentasikan 80 persen dari perekonomian global. 

Dalam sidang IEA kali ini Indonesia diwakili Menteri ESDM Arifin Tasrif. Sedangkan Inggris diwakili Menteri Bisnis dan Energi Alok Sharma dan Menteri Kwasi Kwarteng. Sidang ini juga antara lain diikuti Amerika Serikat, Uni Eropa, Cina, dan India.

Konferensi seperti ini akan menjadi persiapan Konferensi Perubahan Iklim atau Conference of the Parties (COP) ke-26 di Glasgow, Inggris, tahun depan. Kepemimpinan Inggris di konferensi tersebut sejalan dengan komitmen untuk meningkatkan ambisi terkait perubahan iklim dan mendorong negara-negara lain untuk menepati target 

Diplomasi luar negeri Inggris juga diiringi kebijakan di dalam negerinyai. Pekan ini, Pemerintah Inggris mengumumkan sejumlah skema "hijau" untuk bangkit dari pademi dengan cara yang lebih ramah lingkungan.

Pada Selasa (7/7), Indonesia dan IEA juga mengumumkan tahap akhir program kerja baru ketenagalistrikan dan energi terbarukan di Indonesia. Salah satu fokus kerja sama adalah mendorong investasi swasta di energi terbarukan di Indonesia.  

Uniknya, survei global dari Ipsos MORI menemukan bahwa 71 persen dari responden setuju bahwa dalam jangka panjang, perubahan iklim sama bahayanya dengan virus corona. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement