REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta diminta tidak membuka tempat hiburan malam terlebih dahulu selama masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Ibu Kota. Sebab, penerapan protokol kesehatan, termasuk jaga jarak fisik, sulit berlaku di tempat hiburan malam.
"Coba bayangkan, saat berkaraoke, bagaimana menyanyi terpisah, apa rasanya, belum lagi saat clubbing, mau bagaimana berjoget dengan berjarak," kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat Satuan Tugas Antinarkoba (DPP SAN) Anhar Nasution, Senin.
Belum lagi, menurut Anhar, saat tamu tempat karaoke memakai jasa pemandu lagu. Mereka cenderung tak menjaga jarak dengan pemandu.
"Akhirnya, tak sedikit yang curi-curi," ucapnya.
Anhar mengatakan, griya pijat (spa) juga termasuk tempat usaha yang sulit menerapkan jaga jarak fisik. Ia mengingatkan, lalu-lalang orang di kedua tempat itu rawan akan penyebaran Covid-19.
"Jadi, saran saya lebih baik ditunda dahulu," ucapnya.
Terlebih, menurut Anhar, di Jakarta angka positivity rate-nya melonjak dari 4 hingga 5 persen, menjadi 10,5 persen. Bila tak diantisipasi betul, lonjakan jumlah pasien positif Covid-19 bisa tidak terkendali.
Sementara itu, sikap serupa juga sempat diungkapkan Wakil Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta Zita Anjani. Ia meminta agar tempat hiburan tak dibuka saat PSBB transisi.
Zita meminta agar Anies lebih memprioritaskan membuka sekolah terlebih dahulu agar para siswa bisa belajar secara tatap muka. Jika Anies tetap ngotot membuka hiburan malam sebelum sarana pendidikan pada PSBB transisi tahap kedua nanti, PAN akan menolak kebijakan tersebut.
"Nah, itu saya tolak keras, jangan sampai tempat hiburan dibuka sebelum pendidikan dibuka. Bila itu terjadi, saya akan kritik dan tolak keras," kata Zita.