Selasa 14 Jul 2020 09:39 WIB

Setelah 30 Tahun, Sudan Batalkan Hukum Murtad

Warga Muslim Sudan yang murtad sebelumnya bisa dihukum mati.

Rep: Rahayu Marini Hakim/ Red: Ani Nursalikah
Setelah 30 Tahun, Sudan Batalkan Hukum Murtad. Warga Muslim di Sudan.
Foto: Reuters/Mohamed Nureldin Abdallah
Setelah 30 Tahun, Sudan Batalkan Hukum Murtad. Warga Muslim di Sudan.

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Setelah lebih dari 30 tahun, pemerintah Sudan melakukan reformasi hukum Islam, termasuk mengizinkan non-Muslim minum alkohol, membatalkan hukum kemurtadan, dan cambuk di publik. "Kami (akan) membatalkan semua hukum yang melanggar hak asasi manusia di Sudan,"ujar Menteri Kehakiman, Nasredeen Abdulbari, dilansir di BBC, Ahad lalu.

Undang-undang terbaru telah disahkan minggu lalu. Tetapi penjelasan secara lengkap mengenai isi, baru diumumkan satu minggu setelahnya. 

Baca Juga

Sudan telah melarang tradisi sunat perempuan. Selain itu, sesuai undang-undang baru, perempuan tidak lagi memerlukan izin dari kerabat laki-laki untuk bepergian dengan anak-anak mereka.

Reformasi terjadi setelah penguasa lama Omar al-Bashir digulingkan tahun lalu. Ia digulingkan setelah protes warga besar-besaran di jalanan. Pemerintah Sudan saat ini dijalankan oleh campuran antara kelompok yang ingin menurunkan Bashir dan mantan sekutunya di militer, yang akhirnya melakukan kudeta terhadapnya.

Terdapat hukum baru mengenai alkohol untuk Non-Muslim, sekarang mereka diizinkan mengonsumsi alkohol secara pribadi. “Namun larangan minum minuman beralkohol tetap ada. Non-Muslim masih bisa dihukum jika mereka ketahuan minum dengan Muslim,” ujar Abdulbari kepada TV pemerintah.

Dia menjelaskan pemerintah berusaha melindungi hak-hak non-Muslim yang berjumlah sekitar tiga persen dari populasi. Mereka sekarang diizinkan minum, mengimpor, dan menjual alkohol.

"Kami ingin menghancurkan segala bentuk diskriminasi yang diberlakukan oleh rezim lama dan bergerak menuju kesetaraan kewarganegaraan serta transformasi demokratis," ucap Abdulbari.

Undang-undang tersebut awalnya disetujui pada April, tetapi wartawan BBC Mohamed Osman di Khartoum mengatakan mereka baru diberlakukan saat ini. Selain alkohol, terjadi pula perubahan pada hukum kemurtadan. Hingga saat ini siapa pun yang dihukum karena meninggalkan Islam atau murtad dapat menghadapi hukuman mati.

Kasus paling terkenal adalah Meriam Yehya Ibrahim Ishag, seorang wanita hamil yang dijatuhi hukuman gantung setelah menikah dengan seorang pria Kristen pada 2014. Dia berhasil melarikan diri dari negara itu, tetapi hukum kemurtadan yang menargetkan mereka yang dianggap telah meninggalkan Islam tetap ada dalam undang-undang sampai sekarang.

Di bawah kepemimpinan Bashir, polisi moralitas akan sering melakukan cambuk di depan umum untuk berbagai pelanggaran ringan. Abdulbari mengatakan hukuman ini sekarang telah dihapuskan. Perubahan datang setelah undang-undang ketertiban umum yang membatasi bagaimana perempuan bertindak dan berpakaian di depan umum dicabut pada November.

Deklarasi bahwa seseorang itu murtad sendiri menurut Abdulbari adalah ancaman bagi keamanan dan keselamatan masyarakat. Selain itu, dia juga menjelaskan mengenai hukum Islam yang keras pada 1980-an adalah faktor kunci dalam perang saudara yang berlangsung sejak lama. Hal itu pada akhirnya mengarah pada kemerdekaan bagi Sudan Selatan, di mana mayoritas masyarakat Kristen atau mengikuti agama tradisional tinggal.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement