Kamis 16 Jul 2020 10:28 WIB

Imigran Penemu Filter N95 Tanggapi Sentimen Anti-Asia di AS

Penemu filter N95 menghadapi rasisme sejak masih mahasiswa di AS.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Reiny Dwinanda
Peter Tsai, ilmuwan penemu filter N95. Sudah pensiun, Tsai kembali ke laboratorium demi membantu penanganan pandemi Covid-19 sesuai dengan bidang keahliannya.
Foto: AP
Peter Tsai, ilmuwan penemu filter N95. Sudah pensiun, Tsai kembali ke laboratorium demi membantu penanganan pandemi Covid-19 sesuai dengan bidang keahliannya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masker N95 menjadi alat pelindung diri andalan tenaga medis di rumah sakit yang menangani pasien Covid-19. Filter pada masker ini merupakan hasil inovasi dari ilmuwan bernama Peter Tsai, seorang imigran asal Taiwan di Amerika Serikat.

Tsai menceritakan dirinya pindah ke Amerika pada 1981 untuk mendapat gelar doktor. Meski sudah pensiun, ia tergerak untuk kembali ke laboratorium dan mendedikasikan waktu serta tenaganya dalam mengembangkan masker demi penanganan virus.

Baca Juga

Tsai yang mematenkan bahan filter yang digunakan dalam respirator N95 pada 1995 menyadari pandemi Covid-19 menimbulkan kebencian warga Amerika pada keturunan Asia. Tetapi, pria yang tinggal di Knoxville, Tennessee itu memilih untuk mencoba mencari jawaban atas pertanyaan yang membanjirinya tentang sterilisasi N95 dan cara mempertahankan efikasinya.

"Saya hanya berpikir bahwa diri ini punya tanggung jawab membantu. Jadi saya aktif lagi setelah masa pensiun," kata Tsai dilansir dari NBC pada Kamis (16/7).

Dengan penemuannya, sosok Tsai telah dianggap pahlawan bagi keturunan Asia di Amerika. Di lain sisi, sentimen anti-Asia menguat di Amerika karena warga Asia dianggap dalang Covid-19.

Dalam tiga bulan terakhir, ada 800 insiden anti-Asia di Kalifornia saja. Tsai mengungkapkan bahwa berdasarkan pengalamannya, berjuang di Amerika memang sulit.

Tsai menghadapi rasisme sejak jadi mahasiswa Kansas State University. Namun, ia mengimbau agar keturunan Asia fokus membuktikan karyanya ketimbang mengeluh.

"Saya pernah menghadapi (rasisme) ini. Tapi saya terus bekerja yang terbaik untuk masyarakat. Temuan saya bermanfaat bagi kemanusiaan, saya tak begitu peduli bagaimana mereka memperlakukan saya," ujar Tsai.

Tsai mengingatkan imigran agar bekerja lebih giat dan bermanfaat buat masyarakat ketimbang warga Amerika semata. Hal itulah yang membuat imigran mendapat rasa hormat.

"Anda bisa bilang itu tak adil. Tapi tak ada keadilan di dunia ini," kata Tsai.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement