REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perempuan dipandang tak bisa dipinggirkan dalam upaya pemberdayaan hutan. Sayangnya, perempuan cenderung kurang mendapat peran karena didominasi pria. Perempuan punya tanggungjawab yang sama dalam menjaga hutan tetap lestari.
Hal itu merupakan inti pembicaraan dalam Webinar bertema Peran Perempuan Dalam Pengelolaan Hutan Lestari di Tengah Pandemi Covid-19 yang diadakan Srikandi Hutan Lestari (SHL), Kamis (16/7). Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Belinda Arunawati Margono menyebut KLHK punya sejumlah misi.
Di antaranya mewujudkan hutan lestasi, mengoptimalkan manfaat ekonomi sumber daya hutan, mewujudkan keberdayaan masyarakat. Misi-misi itu sulit berhasil tanpa peran perempuan.
Namun Belinda menyadari dunia kepengurusan hutan dianggap lebih pada dunia pria karena banyak aktivitas fisik dan lapangan. Belum lagi, rendahnya keterwakilan perempuan jika ingin membuat suatu kebijakan.
"Kontribusi perempuan baik ekonomi dan ekologi yang sesungguhnya nyata, namun tersembunyi atau kurang direkognisi. Sebab tidak ada data dan minim studi tentang perempuan dan manajemen sumber daya alam," kata Belinda dalam Webinar tersebut.
Belinda menyayangkan jika perempuan hanya ditugasi mencari kayu bakar atau memetik hasil panen dalam kepengurusan hutan. Padahal perempuan tak hanya perlu diberi akses, direkognisi dan ditingkatkan kapasitasnya.
"Perempuan juga perlu disiapkan untuk masuk ke proses pengambilan keputusan, kegiatan teknis kehutanan dan ujung tombak pengelola tingkat tapak," ujar Belinda.
Belinda mengajak perempuan mengenal sumber daya hutan di sekitarnya untuk dimaksimalkan. KLHK mendukung pemanfaatan kekayaan hutan oleh perempuan. Salah satunya di sentra industri lokal Lepo Lorun di Nusa Tenggara Timur. Perempuan disana memproduksi tenun ikat hasil pemanfaatan hutan yang berkualitas ekspor.
"Dalam upaya mewujudkan itu, perlu peran penggerak perempuan dan didampingi agar kapasitasnya meningkat," ucap Belinda.
Ketua Umum SHL, Jana Syamsiah juga mendukung kesetaraan gender dalam pekerjaan kehutanan. Selama ini perempuan punya kewajiban yang sama dengan pria agar hutan tetap lestari. Kelestarian hutan amat penting demi menjaga keseimbangan ekosistem.
"Perusakan hutan dan habitat satwa liar menciptakan kondisi yang memungkinkan munculnya penyakit baru bagi manusia," ucap Jana.
Jana menyoroti covid-19 merupakan penyakit menular yang berasal dari hewan seperti halnya e-bola, SARs dan flu burung. Atas dasar itu, ia menilai menghentikan deforestasi hutan akan membantu pengurangan resiko penyakit dan pandemi.
"Mari kita terapkan semangat hutan lestari yang manfaatnya demi manusia juga. Sektor sosial, ekonomi dan lingkungan akan membaik jika kita melestarikan hutan," ucap Jana.