REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- IPB University dan Monash University kembali menggelar Seri Kuliah Bersama (Joint Lecture Series) dengan topik “Peranan Logistik dan Rantai Pasokan dalam Ketahanan Pangan”, Kamis (16/7). Bertindak sebagai pengajar dalam kuliah bersama tersebut adalah Daniel Prajogo (Professor of Management and Director of Research Department Management, Monash Business School) dan Associate Professor Arief Daryanto yang juga Dekan Sekolah Vokasi IPB University. Adapun moderator adalah Michaela Rankin (Professor of Accounting and Deputy Dean (International), Monash Business School).
Menurut Arief Daryanto, berdasarkan data dari Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yaitu FAO, pada saat ini terdapat 925 juta orang di dunia yang kekurangan gizi. Persentase terbesar orang kurang gizi tinggal di Asia dan Kepulauan Pasifik, diikuti oleh Sub-Sahara Afrika. Hampir 1 dari 9 orang di seluruh dunia mengalami kerawanan pangan.
Menurutnya, sebenarnya tersedia cukup makanan di tingkat dunia bagi semua orang untuk mendapatkan makanan yang mereka butuhkan untuk hidup sehat dan produktif. Dikatakannya, faktor kunci dalam mengatasi tantangan keamanan pangan dunia adalah bagaimana meningkatkan ketersediaan, aksesibilitas, akseptabilitas, pemanfaatan dan stabilitas pangan yang lebih baik untuk masyarakat global.
“Banyak masalah keamanan pangan yang saling kait mengkait termasuk kelaparan, obesitas, kekurangan gizi, hasil panen yang rendah, penyimpanan makanan yang tidak memadai, sanitasi yang buruk dan ketidakstabilan politik," kata Arief Daryanto dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
"Di samping itu, dalam menghadapi populasi dunia yang berkembang pesat, sumberdaya alam yang terbatas, perubahan iklim, dan perubahan pola makan yang menuntut lebih banyak produk makanan bernilai tinggi, membutuhkan kolaborasi yang lebih kuat, lebih serius dan lebih strategis antar pemangku kepentingan untuk mencari solusi bersama, " lanjutnya.
Menurutnya, tingkat ketahanan pangan global mengalami kemajuan antara lain karena kemajuan penelitian yang luar biasa di bidang produksi, penyimpanan dan pemrosesan makanan, serta keamanan dan nutrisi makanan. Namun demikian untuk meningkatkan keamanan pangan global yang lebih baik ada sepuluh tantangan ketahanan pangan yang harus dilaksanakan.
“Sepuluh tantangan keamanan pangan yang harus dicarikan solusinya segera yakni meningkatkan produktivitas, profitabilitas, dan kelestarian lingkungan secara bersamaan. Kedua, mengembangkan penelitian, pengembangan dan teknologi untuk meningkatkan daya saing dan daya resiliensi. Ketiga, mengembangkan varietas dan benih/bibit yang dibutuhkan untuk sistem pangan berkelanjutan,” paparnya.
Selanjutnya, keempat, memperbaiki infrastruktur rantai pasokan pangan. Kelima, mengurangi kehilangan dan pemborosan makanan melalui sistem distribusi yang lebih efisien. Keenam, meningkatkan manajemen sumberdaya lahan dan air yang lebih berkelanjutan. Ketujuh, memperbaiki sistem pangan yang lebih adil dan inklusif. Kedelapan, mengatasi persoalan tiga beban malnutrition (kekurangan gizi, kekurangan micronutrient serta kelebihan gizi/obesitas).
“Kesembilan, memperbaiki pasokan pangan yang aman dan terjamin pasokannya untuk melindungi dan memperbaiki kesehatan publik dan terakhir, memperbaki kualitas sumberdaya manusia antara lain melalui revitalisasi pendidikan vokasional,” imbuh Adjunct Professor Business School, University of New England Australia ini.
Sementaran itu, Profesor Daniel Prajoga menyatakan, banyak faktor yang mempengaruhi kinerja proses produksi perusahaan. Salah satunya adalah terdapatnya waste atau pemborosan pada saat proses produksi. “Lean Manufacturing adalah metode yang telah teruji digunakan perusahaan untuk mengidentifikasi tingkat pemborosan atau waste sehingga mampu menekan atau bahkan bisa mengurangi kegiatan atau aktivitas yang tidak bernilai tambah (non value added activity),” ujarnya.
Hasil yang diharapkan dari Lean Manufacturing adalah memproduksi barang hanya untuk memenuhi permintaan konsumen secara tepat sekaligus mengurangi persediaan yang tidak efektif. “Hal ini akan berdampak pada berkurangnya beban biaya, kinerja yang lebih tinggi, dan siklus produksi yang singkat,” kata Profesor Daniel.
Menurutnya, Lean Manufacturing memberikan manfaat yang sangat baik apabila proses produksi berjalan normal. Proses produksi yang normal dicirikan adanya situasi lingkungan kerja internal bersifat tetap (repetitive works), kondisi perusahaan berjalan normal, stabil dan mudah diprediksi serta tidak ada penyesuaian (fleksibilitas).
Profesor Daniel mengemukakan, pandemi Covid-19 memberikan dampak pada terganggunya produksi, permintaan dan suplai. Karena itu, di masa pandemi perusahaan perlu memiliki strategi untuk menghadapi risiko dan daya tahan (resiliensi) serta emergency plan yang tepat.
“Dalam rangka memperbaiki rantai pasokan pangan yang terganggu (broken supply chain), faktor-faktor khusus yang melekat pada pertanian dan pangan (yaitu sebagai kebutuhan pokok, singkatnya umur simpan (shelf-life) dan geografik yang spesifik (iklim, kesuburan lahan dan varietas) perlu dipertimbangkan dengan seksama,” ujarnya.
Acara yang dikelola bersama oleh Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University dan Monash University ini mendapatkan sambutan yang cukup luas. Sekitar 500 peserta dari berbagai negara mengikuti dengan sangat antusias melalui video conference apps dan kanal Youtube. Banyak pertanyaan dan komentar yang dituliskan dalam kolom chat Cisco Webex yang disediakan.