REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso memprediksi, pertumbuhan kredit sepanjang 2020 dapat mencapai level tiga hingga empat persen. Perkiraan ini membaik dibandingkan proyeksi awal Wimboh pada April, yaitu maksimal dua persen.
Pada Mei, pertumbuhan kredit masih tiga persen, turun signifikan dibandingkan akhir tahun lalu yang tumbuh hingga enam persen. Wimboh mengatakan, perbaikan akan terlihat pada Juli. "Kita lihat, angka di Juni terlihatnya masih turun dan nanti di angka Juli kelihatannya sudah akan mulai naik," ujarnya dalam acara webinar Kajian Tengah Tahun Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Kamis (23/7).
Wimboh menuturkan, penurunan pertumbuhan kredit pada Juni sulit untuk ditampik. Sebab, meski pemerintah sudah melakukan relaksasi terhadap Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), aktivitas ekonomi masih belum terlalu bergerak.
Wimboh menilai, peningkatan aktivitas justru lebih terasa pada Juli yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan kredit perbankan. Dengan begitu, secara total, kinerja kredit pada tahun ini dapat tumbuh tiga sampai empat persen dan membaik hingga tahun depan. "Kita harapkan, 2021 sudah lebih back to normal," tuturnya.
Sementara itu, Wimboh menambahkan, tingkat Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet sedikit naik menjadi 3,1 persen dari sebelumnya 2,8 hingga 2,9 persen. Bahkan, pada bulan April, hanya berada pada level 2,5 persen.
Wimboh mengatakan, kenaikan NPL lebih dikarenakan adanya beberapa bank yang tidak mengoptimalkan fasilitas penghapusan cadangan dalam Peraturan OJK Nomor 11 Tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical. "Mereka restruktur (kredit), tapi cadangan tetap dibuat, sehingga NPL slightly naik," ucapnya.
Ekonom senior INDEF Aviliani mengatakan, perbaikan terhadap kredit dan sektor keuangan secara keseluruhan diperkirakan baru terjadi pada akhir kuartal ketiga. Sebab, pada masa new normal saat ini, pendapatan masyarakat belum kembali membaik seperti sebelum pandemi. Terlebih, tidak sedikit di antara mereka yang harus terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) maupun dirumahkan.
Bagi para pekerja, Aviliani menyebutkan, setidaknya dibutuhkan waktu tiga sampai empat bulan agar pendapatan dan pengeluaran mereka kembali normal atau mendekati normal. "Jadi, kalau mau lihat ekonomi tumbuh atau tidak, ya pada September nanti," katanya.
Untuk mendorong pemulihan pada sektor keuangan, Aviliani menganjurkan pemerintah fokus pada stimulus dari sisi permintaan. Selama ini, pemerintah terlalu banyak menggelontorkan anggaran dan kebijakan yang bersifat relaksasi untuk mendorong sisi suplai. Dampaknya, perbankan seolah ‘dilihat’ tidak ingin atau lambat dalam menyalurkan kredit.