Jumat 24 Jul 2020 11:04 WIB

Islam di Bosnia: ‘Kami Milik Barat dari Budaya dan Mental'

Islam di Bosnia sangat plural meski sangat kebarat-baratan.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Islam di Bosnia sangat plural meski sangat kebarat-baratan. Salah satu sudut Kota Bosnia.
Foto: AP / Kemal Softic
Islam di Bosnia sangat plural meski sangat kebarat-baratan. Salah satu sudut Kota Bosnia.

REPUBLIKA.CO.ID, BOSNIA – Bosnia memasuki fase baru dalam sejarahnya, yakni era pasca-perang berakhir. Komunitas dan masjid pun telah dibangun kembali. Lantas apa yang dilakukan Muslim Bosnia pada saat ini? 

Dosen Fakultas Studi Islam Universitas Sarajevo, Ahmet Alibasic, menjelaskannya dalam wawancara dengan Qantara. 

Baca Juga

Alibasic mengatakan, Muslim Bosnia tidak menuju ke arah tertentu, karena mereka terputus dari dunia Muslim selama beberapa dekade. Selama Kekaisaran Yugoslavia dan periode Komunis, mereka telah belajar untuk mandiri, dan telah mengembangkan sistem pendidikannya sendiri hingga menghasilkan pendekatan Islam tertentu untuk belajar. 

"Kami terpaksa mengandalkan diri sendiri, kita terbiasa dengan kemerdekaan. Dan kami sangat pluralis. Para dosen fakultas ini berasal dari berbagai universitas: Chicago, Maroko, Mesir, Suriah, Arab Saudi, Beograd, Zagreb, Turki, Kosovo, dan India. Anda tidak akan menemukan keragaman seperti itu di universitas lain mana pun di dunia Muslim. Kami memiliki modernis di sini, tradisionalis dan reformis," jelasnya. 

Kaum modernis Bosnia, tutur Alibasic, lebih memperhatikan para cendekiawan Muslim yang mengajar di universitas-universitas Barat atau yang biasa mengajar, misalnya Fazlur Rahman, Abdolkarim Sorush atau Nasr Hamid Abu Zaid. Maka tak heran jika banyak karya dari semua aliran Islam yang diterjemahkan ke dalam bahasa Bosnis. Alibasic mengakui, ada yang mensponsori ini. 

"Anda bisa mendapatkan banyak hal gratis di sini. Persaudaraan sufi mencari-cari syekh mereka, seperti dari Arab Saudi, Kuwait, liberal, feminis. Mereka semua membayar untuk terjemahan mereka sendiri. Kedutaan Iran mendistribusikan Khomeini, sedangkan Turki (yakni) Said Nursi dan Fethullah Gülen. Dan kemudian ada literatur yang diterjemahkan secara komersial dari penerbit independen kecil," paparnya. 

Alibasic pun menyinggung ihwal apa yang membuat Bosnia menjadi pasar yang menarik untuk itu. Menurutnya, memang Muslim Bosnia mungkin tidak memiliki kepentingan strategis, tetapi mereka punya sesuatu yang simbolis. Sarajevo adalah kata yang beresonansi dengan banyak orang, karena tragedi dan pertempuran yang terjadi di sana.

"Sarajevo adalah berita utama dunia selama empat tahun. Penting bagi para pemimpin agama untuk mendapatkan potret itu, foto yang menunjukkan bahwa mereka telah mencapai sesuatu di Sarajevo," kata dia.

Alibasic melihat kondisi ini justru sebagai peluang sekaligus tantangan. Tentu jika dikaitkan dengan konteks dunia Muslim di dunia, maka ada bahayanya, tetapi ini lebih baik daripada terisolasi dan dilupakan. Hingga sekarang, Muslim Bosnia bisa mengatasinya dengan sangat baik.

"Tidak ada gerakan internasional yang benar-benar berhasil di sini. Cukup sederhana karena ini bukan ruang kosong. Siapa pun yang datang ke sini berhadapan dengan hierarki Muslim yang tidak dapat dengan mudah dikecam sebagai korup atau sebagai bagian dari pemerintah," katanya.

Cepat atau lambat, lanjut Alibasic, semua gerakan ini dan yang datang ke sini dari tempat lain, harus menerima bahwa arus utama akan tetap bersama komunitas Islam. Memang itu bisa memakan waktu empat atau lima tahun, tetapi akhirnya mereka akan menyadarinya.

Alibasic juga menyadari, tidak semua orang memandang situasi dengan santai seperti ini. Tetapi dalam hal ini Muslim Bosnia telah menempatkan yang terburuk di belakangnya. Selama perang, dan pada periode sesudahnya, Islam Bosnia menghadapi bahaya besar. "Kaum Salafi sangat ambisius pada saat itu. Tapi seperti yang saya katakan, fase kritis ini sekarang di belakang kita," tutur dia.

Kaum Salafi, kata Alibasic, tetap menjadi tantangan, tetapi Muslim Bosnia juga prihatin dengan para sufi dan Syiah. Muslim Bosnia memiliki masalah dengan para sufi jika sufi hanya mendengarkan syekh mereka dan tidak menerima otoritas komunitas. Seorang imam tidak diizinkan untuk mengubah masjid menjadi tempat pribadi untuk persaudaraannya. Inilah sebabnya mengapa beberapa sidang di akar rumput memisahkan diri. 

photo
Umat Islam Bosnia. (AP/Amel Emric) - ()

"Masjid di Sarajevo, tempat Mufti Besar berkantor, telah lama dikuasai  kelompok sufi, selama bertahun-tahun Ceric tidak dapat memasuki masjid! Mufti Sarajevo dan yang lainnya bahkan dipukuli di sana. Namun ada masjid lain yang mundur dari kontrol komunitas karena alasan lain. Di Bosnia barat, jamaah menolak menerima pemecatan seorang imam besar," katanya. 

Hingga kemudian, imam besar itu tetap dipecat dan digantikan imam yang baru. Namun jamaah di sana menolak mengenali imam yang ditunjuk untuk menggantikan itu. "Kita pun tidak bisa memanggil polisi untuk mengusir imam besar itu. Yang bisa kita lakukan adalah menunggu sampai dia jatuh sakit, atau mati," jelasnya. 

"Komunitas itu bukan perusahaan seperti Coca Cola. Beberapa orang berharap penyelesaian masalah ini dilakukan secara internal dengan cara yang sama sulitnya dengan perusahaan bisnis. Tetapi kami lebih suka menunggu waktu untuk menyelesaikan masalah. Komunitas juga harus hidup dengan orang-orang yang tidak disukainya. Tidak bisa mengusir siapa pun," tuturnya. 

Lebih jauh, Alibasic juga bicara soal Wahabisme. Dia mengatakan, banyak orang tidak mengerti bahwa setiap dekan di fakultas ini, bahkan seorang modernis, diwajibkan untuk mengakui ijazah dari Arab Saudi jika memenuhi kriteria formal. Fakultas masih diharapkan untuk memeriksa kualifikasi dari lembaga asing.

"Jika ada Muslim Wahabi datang kepada kami dengan diploma yang sesuai dengan fakultas kami dalam hal mata pelajaran dan ruang lingkup studi, maka dia memiliki hak untuk bekerja di Bosnia. Itu adalah pluralisme Islam," ungkapnya. 

Dalam kondisi itu, tentu ada kelompok di akar rumput yang menolaknya, misalnya dengan menyampaikan keengganan menjadikan orang itu sebagai imam. "Tetapi kita tidak bisa memaksakan sendiri larangan itu," katanya.  

Alibasic menyampaikan pandangannya tentang kehadiran Iran di Bosnia. Baginya, hal itu terutama karena adanya Syi'isme. "Ini sangat emosional dan penuh dengan kisah-kisah para korban. Orang Bosnia memiliki kelemahan untuk itu. Karena kita sendiri sudah sangat menderita, dan kita terbiasa dengan ketidakadilan," imbuhnya.

Untuk sementara, terang Alibasic, beberapa intelektual mengambil posisi yang dipengaruhi Iran pada konflik Suriah. Namun sekarang mereka mencoba mundur. Secara umum, dia melihat lebih banyak pengaruh agama daripada pengaruh politik. Tetapi secara politis, Iran terlalu jauh.

"Kami milik Barat, secara budaya dan mental. Ini juga terbukti dari statistik bahwa dari ratusan ribu pengungsi Bosnia di luar negeri, sangat sedikit yang tersisa di Malaysia, Turki atau negara-negara Muslim lainnya. Mereka akhirnya memilih pergi ke Amerika, Australia atau Jerman. Bahkan para Salafi Bosnia lebih suka beroperasi di di Wina, Austria, daripada Arab Saudi.

 

Sumber: https://en.qantara.de/content/islam-in-bosnia-we-belong-to-the-west-culturally-and-mentally

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement