REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Pengadilan di Mesir menjatuhkan hukuman dua tahun penjara terhadap sejumlah perempuan muda karena mengunggah video tarian 'tidak senonoh' di media sosial TikTok. Para kritikus mengatakan vonis ini pembungkaman kebebasan berekspresi di masyarakat yang konservatif.
Dalam pernyataannya Selasa (28/7) jaksa penuntut mengatakan para perempuan yang didenda sebesar 300 ribu pounds atau hampir 19 ribu dolar AS itu 'melanggar nilai-nilai dan prinsip keluarga Mesir'. Jaksa juga menyebut mereka mendorong kemaksiatan dan mempromosikan perdagangan manusia.
Pengacara para perempuan tersebut berjanji mengajukan banding. Gugatan hanya menyebut dua nama tergugat yakni Haneen Hossam, seorang mahasiswi 20 tahun dan Mawada Eladhm yang berusia 22 tahun. Disebutkan ada orang ketiga yang membantu mengelola akun media sosial mereka.
Pengacara Eladhm, Ahmed el-Bahkeri mengkonfirmasi vonis tersebut. Ia mengatakan jaksa menyebut foto-foto dan video kliennya 'memalukan dan menghina'.
Eladhm menangis di pengadilan. "Dua tahun? 300 ribu pounds Mesir? ini sesuatu yang terlalu keras untuk didengar," kata asisten pengacara, Samar Shabana.
Popularitas dua perempuan itu melejit baru-baru ini, akun TikTok mereka diikuti jutaan orang. Dalam video berdurasi 15 detik dengan latar lagu-lagu pop-disko Mesir, mereka berpose di mobil, menari di dapur, dan membuat sketsa komedi. Video mereka tampak aman untuk ditampilkan di media sosial.
Namun popularitas mereka di media sosial dapat menjadi kehancuran di Mesir. Warga Mesir dapat dipenjara atas kejahatan-kejahatan tidak jelas seperti 'penyalahgunaan media sosial', 'menyebarkan berita palsu', atau 'mendorong kebejatan dan amoralitas'. "Mereka hanya ingin pengikut, mereka bukan bagian dari jaringan protitusi, dan tidak tahu bagaimana pesan mereka diterima oleh jaksa," kata Shabana.
Shabana menyinggung tentang unggahan Eladhm yang menyemangati perempuan muda untuk membagikan video dan percakapan mereka dengan orang asing untuk uang di media sosial yang lain.
Walaupun Mesir negara yang cukup liberal dibandingkan negara-negara Teluk Arab lainnya. Namun negara mayoritas muslim itu kian konservatif setengah abad terakhir. Penari perut, diva pop dan influencers media sosial dapat dipenjara bila dianggap melanggar norma.
Sejak Presiden Abdul Fattah al-Sisi berkuasa pada tahun 2013 dinilai banyak terjadi pembungkam kebebasan berekspresi. Kian sering penangkapan berdasarkan 'isu moral' yang terjadi di Mesir. Sebuah petisi yang tersebar di internet menyebut penangkapan Eladhm dan Hossam sebagai 'pembungkaman sistematis yang mengincar perempuan berpendapatan rendah'. Petisi tersebut meminta pihak berwenang segera membebaskan sembilan perempuan muda yang ditangkap karena unggahan mereka di TikTok.