REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arie Lukihardianti, Rr Laeny Sulistywati, Antara
Mulai hari ini Gedung Sate di Bandung, Jawa Barat (Jabar) ditutup untuk umum. Hingga 14 Agustus 2020 seluruh PNS dan non-PNS di lingkungan Sekretariat Daerah Provinsi Jabar diperintahkan untuk melakukan Work From Home (WFH).
Sore ini terungkap alasan penutupan Gedung Sate. Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jabar Setiawan Wangsaatmaja membenarkan adanya kasus positif di Gedung Sate.
"Ya, sebagaimana berita yang diterima. Betul di Gedung sate telah ada yang terkonfimasi positif sebanyak 40 orang. Dan tempat tinggalnya tersebar," ujar Setiawan dalam konferensi pers di Gedung Sate, Kamis (30/7).
Setiawan mengatakan, Gedung Sate selama AKB atau adaptasi kebiasaan baru memang terbuka aksesnya. Jadi, hingga saat ini Pemprov Jabar belum memastikan sumber penularan ini dari internal atau eksternal. "Tapi kami sedang mencari tahu itu," katanya.
Menurut Setiawan, ke 40 orang yang positif ini dari struktur tempat tinggal memang banyaknya berasal dari Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Cimahi dan daerah lainya. "Usianya, paling banyak 31 sampai 40 tahun. Lalu, sekitar 30 persen usianya dikisaran 20 sampai 30 tahun dan ada yang usianya 20 dan 19 tahun," katanya.
Setiawan menjelaskan, dari 40 orang positif tersebut, tak semuanya berstatus PNS. Kasus positif yang tercatat PNS ada 17 orang dan non-PNS 23 orang. Pekerja non-PNS misalnya supporting staff, tim pengamanan, dan cleaning service.
"Jadi, sumber penularan bisa bermacam-macam. Kita evaluasi masa AKB di Bodebek dan Bandung Raya," katanya.
Menurut Setiawan, yang harus digaris bawahi adalah walaupun masa AKB tapi Ketua Gugus Tugas meminta tes secara massif harus terus dilakukan. "Pak Gubernur memang mengintruksikan, tes harus proaktif. Karena memang ada kasus selama ini tak bergejala padahal positif karena mereka usia muda," katanya.
Dikatakan Setiawan, di era AKB ini, Pemprov Jabar sebenarnya telah menerapkan hanya 50 persen pegawai saja yang bisa masuk. Namun, ternyata masih ada yang positif.
"Ambil hikmahnya instansi hanya 50 persen kantor yang boleh diisi. Belum lagi, masuk ada disinfektan tempat cuci tangan tapi masih juga kecolongan tetap protokol kesehatan harus displin ya," kata Setiawan.
Dari 40 kasus positif tersebut Pemprov Jabar segera melakukan penelusuran kontak. Untungnya semua kasus yang terkonfirmasi positif Covid-19 memiliki data yang jelas.
"Jadi kami bisa meneliti menanyakan semua, ketemu dengan siapa saja. Dan di data, ada 800 orang harus diuji. Ini yang kontaknya paling erat dan harus isolasi mandiri," katanya.
Menurut Setiawan, swab tes di lingkungan Gedung Sate dilakukan pada tanggal 26 Juli, 27 Juli dan 28 Juli. Per hari ini, pihaknya mendapatkan hasil 40 orang terkonfirmasi positif.
"Total yang pengetesan 3 hari ada sekitar 1.260-an. Kami lakukan kontak tracing bukan hanya ke PNS saja. Tapi juga yang ada d ruangan itu, tinggal dengan siapa dan lihat situasi di rumah dan perjalanannya," paparnya.
Setiawan menjelaskan, mulai Kamis (30/7) Pemprov sudah mengeluarkan edaran dari Sekda Provinsi Jabar. Pegawai tiga hari work from home (WDF) dan melakukan disinfeksi semua ruangan.
"Yang WFH itu yang kontak satu ruangan (dengan pegawai positif). Ternyata, ventilasi penting, jaga jarak masker dan durasi bertemu. Hikmahnya, bisa kita pelajari dan kewaspadaan," katanya.
Berdasarkan data yang diambil dari laman Pikobar, per Kamis (30/7), Jabar memiliki tambahan 147 kasus positif. Total kasus positif Covid-19 di Jabar kini mencapai 6.461.
Jabar menduduki peringkat kelima kasus positif Covid-19 di Tanah Air. Jumlah kasus positif Jabar namun terpaut cukup jauh dengan Jatim di posisi pertama dengan 21.484 kasus positif dan DKI Jakarta 20.575 kasus. Sedangkan posisi ketiga adalah Sulsel dengan 9.251 dan Jateng dengan 9.120 kasus.
Kasus positif dari Gedung Sate menambah jumlah klaster perkantoran di Tanah Air. Perkantoran termasuk pemerintahan diingatkan untuk meningkatkan protokol kesehatan di tempat kerja.
Seperti, Kementerian Sosial yang akan memperketat protokol kesehatan dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19 sehingga Kemensos tidak menjadi kluster penularan penyakit akibat virus corona jenis baru itu. "Ya, harus lebih ketat. Kita akan atur lagi jam kerja, persentase yang WFH (kerja dari rumah) lebih banyak lagi," kata Mensos Juliari Batubara di Jakarta, Kamis (30/7).
Selain itu, Kemensos juga mulai memberlakukan tes usap (swab test) kepada seluruh jajarannya untuk memastikan kesehatan para Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kemensos. Selama ini Kemensos rutin melakukan tes cepat (rapid test) para karyawannya.
"Nanti juga akan kita atur yang tugas dari luar akan di swab," kata Juliari.
Sejak merebaknya pandemi Covid-19, Kemensos sudah menerapkan protokol kesehatan seperti mewajibkan mengenakan masker, pemeriksaan suhu tubuh dan menyediakan tempat cuci tangan serta bilik disinfektan di pintu masuk lobi gedung.
Tim Pakar Satgas Penanganan Covid-19 Dr Dewi Nur Aisyah mengatakan hingga 28 Juli 2020 ditemukan 90 klaster perkantoran di DKI Jakarta sudah terpapar Covid-19 dengan total 459 kasus. Klaster penyebaran kasus COVID-19 di perkantoran cukup beragam di antaranya kementerian, badan atau lembaga, kantor di lingkungan pemerintah daerah DKI Jakarta, kepolisian, BUMN dan swasta.
Hari ini juga Satgas Penanganan Covid-19 mencatat total tambahan 1.904 kasus positif Covid-19. Menjadikan total kasus di Tanah Air sebanyak 106.336.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengakui laju kasus positif virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) atau positivity rate di Indonesia masih tinggi. Bahkan, positivity rate di Inoonesia lebih tinggi dibandingkan standar organisasi kesehatan dunia PBB (WHO).
"Jadi dapat dilihat di sini bahwa selama tiga pekan terakhir, jumlah orang yang diperiksa dan jumlah kasus positif cenderung meningkat. Ini adalah kabar kurang baik dan perhatian seluruh pihak yang ada di seluruh Indonesia," katanya saat bicara di konferensi virtual akun Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Ia menambahkan, jika dibandingkan jumlah kasus positif Covid-19,dan jumlah orang yang diperiksa per harinya maka didapatkan positivity rate atau sebesar 13,3 persen per tanggal 29 Juli 2020. "Positivity rate Indonesia 13,3 persen pada 29 Juli 2020 lebih tinggi dari standar WHO yaitu 5 persen. Jadi ini adalah peringatan perlunya kewaspadaan bagi kita bersama bahwa kita harus mampu menurunkan tingkat penularan di masyarakat," katanya.
Apabila tingkat penularannya menurun, dia melanjutkan, maka positivity rate atau jumlah yang dites dan positif akan menurun. Karena itu, ia meminta ini menjadi perhatian semua pihak.
Masalah Covid-19 bukan hanya menjadi perhatian pemerintah melainkan juga seluruh masyarakat. Wiku menilai, karena keberhasilan bangsa disumbang oleh masyarakat juga.
Wiku juga meminta masyarakat melindungi kelompok rentan. Di antaranya menghindari terjadinya kontak antara yang muda dengan usia rentan.
"Karena ternyata kasus positif berasal dari masyarakat dengan usia antara 31 sampai 45 tahun sebesar 31,3 persen," katanya.
Sedangkan kasus positif yang berujung meninggal dunia, dia melanjutkan, paling tinggi terjadi pada usia lebih dari 45 tahun dengan tingkat 78 persen. Jadi, ia menyebutkan orang-orang yang meninggal dunia yang berpotensi meninggal dunia di atas 45 tahun. "Hal ini menunjukkan kita harus berhati-hati khususnya usia muda yang tingkat positifnya berpotensi tinggi," ujarnya.