Jumat 31 Jul 2020 17:47 WIB

Imam Besar Masjid Istiqlal: Idul Adha Momen Introspeksi Diri

Introspeksi diri diperlukan mengingat kondisi saat ini yang kerap didatangi musibah.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Ani Nursalikah
Imam Besar Masjid Istiqlal: Idul Adha Momen Introspeksi Diri. Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Imam Besar Masjid Istiqlal: Idul Adha Momen Introspeksi Diri. Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta, Prof. KH. Nasaruddin Umar, MA, menitipkan empat pesan terkait Idul Adha tahun ini. Salah satunya, menjadikan momen ini sebagai waktu untuk introspeksi dan retrospeksi diri.

"Kepada segenap bangsa Indonesia khususnya umat Muslim, mari menjadikan Idul Adha, hari raya kurban ini, sebagai sebuah momen untuk introspeksi dan retrospeksi atau mengevalusi diri," ujar Kiai Nasaruddin Umar saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (31/7).

Baca Juga

Introspeksi dan retrospeksi dibutuhkan mengingat kondisi saat ini yang kerap didatangi musibah. Di antaranya, pandemi Covid-19, longsor, banjir, maupun gempa bumi yang menelan banyak korban.

Rektor Perguruan Tinggi Ilmu Alquran PTIQ Jakarta ini juga menyebut, musibah yang datang biasanya merupakan proses belajar yang dikirim oleh Allah SWT. Musibah tidak sama dengan azab.

Selanjutnua, Prof Nasaruddin menyebut Azab tidak didatangkan kepada umat yang beriman. Azab hanya menimpa orang-orang yang kafir.

"Musibah datang untuk memberikan peringatan kepada manusia, khususnya kita umat Islam. Mungkin, ada yang salah selama perjalanan hidup kita," lanjutnya.

Jika umat Muslim percaya dengan hadis shahih, menurut Nabi Muhammad SAW, ada tiga permintaan yang diutarakan Nabi namun hanya dua yang dikabulkan. Dua permintaan itu adalah jangan menimpakan adzab kepada umat Nabi sebagaimana umat-umat sebelumnya dan janganlah Allah SWT memutus mata rantai umat Muslim sehingga tidak sampai pada akhir zaman.

Covid-19 bukanlah azab seperti yang digaungkan oleh banyak pihak, yang berlatarkan politik. Pandemi ini datang dari Allah SWT, yang notabene berada dalam posisi netral, tidak berkaitan dengan hal apa pun.

Ketiga, melalui Idul Adha, ia mengajak umat Muslim untuk berbagi dengan sesama yang tidak mampu. Tradisi idul qurban merupakan bentuk kasih sayang dari Allah SWT.

Allah SWT mengubah pengorbanan dalam bentuk manusia menjadi hewan. Zaman dulu, banyak dikorbankan manusia untuk kepentingan tertentu. Pengorbanan manusia tidak hanya berbentuk fisik tapi bisa juga pembunuhan karakter.

"Nafsu membunuh, jangan kepada manusia, tapi tumpahkan kepada hewan. Itu juga harus dengan cara islami, membaca basmalah terlebih dahulu agar tidak menjadi bangkai," kata dia.

Terakhir, untuk umat Islam Indonesia, ia meminta mematuhi protokol kesehatan. Apa yang disampaikan oleh pemerintah dan diteruskan oleh Ulama atau Kiai, sesungguhnya sekaligus perintah agama.

Dalam QS An-Nisa ayat 59, Allah SWT berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan kepada para pemimpin di antara kamu. Kemudian jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan RasulNya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya".

Kiai Nasaruddin mengingatkan, menolak bahaya lebih utama dari mwngejar manfaat. Jangan sampai memburu pahala individual, namun mengorbankan diri dan keluarga dengan menyebarkan Covid-19. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement