REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Selama tiga hari tasyriq yaitu 11, 12, dan 13 Dzulhijjah, kita sering mendengar lantunan takbir dikumandangkan umat Islam, khususnya pada seusai sholat lima waktu.
Padahal Idul Fitri yang juga parayaan besar umat Islam, bertakbir tidak dilantunkan sampai tiga hari seperti halnya hari tasyriq setelah Idul Adha.
Sebenarnya dari mana asal muasal perintahnya? Apakah ini hanya budaya saja ataukah memang ada pensyariatannya?
Pakar Fiqih dari Rumah Fiqih Indonesia Ustaz Ahmad Sarwat Lc.MA menyampaikan bahwa bertakbir pada hari tiga hari tasyriq itu bukan sekadar budaya, melainkan sebuah bagian dari syariah yang didasarkan pada perintah Allah SWT dalam Alquran yaitu surat Al-Baqarah ayat 203 :
واذْكُرُوا اللَّهَ فِي أيّامٍ مَعْدُوداتٍ
“Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. (QS Al-Baqarah : 203)
Lafal 'wadz-kurullah' (واذكروا الله) dalam ayat ini secara bahasa sebenarnya bermakna berdzikirlah kepada Allah. Namun para ulama umumnya memaknainya lebih khusus menjadi bertakbir. Sebab kita tahu bahwa takbir itu sendiri juga bagian dari dzikir.
Kapan waktunya? Ustaz Ahmad Sarwat kembali menyampaikan, bahwa di dalam ayat itu juga disebutkan kapan waktunya, yaitu dalam lafal 'ayyaman ma'dudat' (أياما معدودات) yang artinya secara bahasa : 'pada beberapa hari yang berbilang'.
Para ulama umumnya menyepakati bahwa yang dimaksud dengan 'beberapa hari yang berbilang' itu tidak lain adalah hari tasyriq. Salah satunya sebagaimana yang disebutkan mufassir Rasulullah SAW, yaitu Ibnu Abbas RA.
"Keterangan ini bisa kita baca dalam tafsir Ibnu Katsir (jilid 1 halaman 417)," katanya saat berbincang dengan Republika.co.id, Ahad (2/8).
Sebagai pembanding, dalam Alquran juga dikenal istilah yang mirip, yaitu 'ayyaman ma'dudat (أياما معدوجات) sebagaimana yang terdapat di dalam surat Al-Hajj ayat 28. Namun yang dimaksud adalah 10 hari pertama Dzulhijjah.
Sedangkan waktu untuk membaca takbir di hari tasyriq ini para ulama membedakan menjadi dua, ada waktu mutlaq dan waktu muaqqat.
Waktu mutlaq maksudnya sunnah bertakbir kapan saja tanpa terikat waktu asalkan selama hari tasyriq. Sedangkan waktu muaqqat adalah sunnah yang lebih utama yaitu pada seusai mengerjakan sholat lima waktu.
Ustaz Ahmad menjelaskan tentang hari tasyrik. Menurutnya hari tasyriq itu yang populer di negeri kita adalah tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah.
Sebenarnya ini adalah pendapat Mazhab Asy-Syafi'i. Sedangkan pendapat mazhab lainnya seperti Mazhab Maliki, ternyata mereka menghitung hari tasyriq itu hanya sampai 12 Dzulhijjah. "Hari tasyriq sering juga disebut dengan ayyamu Mina atau hari-hari Mina," katanya.
Lalu bagaimana hukum bertakbir di hari tasyriq. Kata Ustaz Ahmad, bahwa adapun hukumnya, kebanyakan para ulama mengatakan tidak wajib, meskipun lafalnya datang dalam bentuk fi'il amr (perintah). Dengan pengecualian bahwa ada pendapat dari kalangan Mazhab Hanafi yang mengatakan hukumnya wajib bertakbir di hari tasyriq.
Namun umumnya para ulama baik dari kalangan Mazhab Asy-Syafi'iyah, Al-Hanabilah termasuk sebagian kalangan Al-Hanafiyah menjatuhkannya sebagai sunnah. Dasarnya karena Nabi SAW memang sering melakukannya (muwazhabatun-nabi), namun Beliau tidak mewajibkannya.