REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus) Polda Jawa Barat (Jabar) mulai melakukan analisis terhadap berkas perkara kasus Denny Siregar. Sebelumnya, Polda Jabar meneria pelimpahan kasus Denny dari Polresta Tasikmalaya.
"Sedang kita analisis berkasnya," kata Direktur Reskrimsus Polda Jabar, Komisaris Besar Polisi Yaved Duma Parembang kepada Republika.co.id, Selasa (11/8).
Menurut Yaved, penyidik sudah meminta keterangan sejumlah ahli. Keterangan ahli, kata dia, sudah dituangkan dalam berkas perkara pemeriksaan dan akan dianalisisoleh penyidik untuk mengetahui ada kekurangan atau tidak.
Kalau ada kekurangan (keterangan ahli) akan kita lengkapi lagi. Semua ahli sudah kita mintai keterangan," ujar dia.
Yaved mengatakan, sampai saat ini kasus Denny Siregar masih dalam tahap penyelidikan. Sebelum ditingkatkan ke penyidikan, kata dia, akan dilalukan gelar perkara. Penyidik, kata dia, belum menjadwalkan gelar perkara.
"Jadwalnya belum. Sekarang kita lakukan analisis terhadap berkas. Secepatnya (gelar perkara)," kata dia.
Denny Siregar dilaporkan ke polisi pada Kamis (2/7). Laporan itu merupakan respons atas pernyataan Denny dalam status Facebook-nya pada 27 Juni 2020. Dalam status itu, ia menulis status berjudul "ADEK2KU CALON TERORIS YG ABANG SAYANG" dengan mengunggah santri yang memakai atribut tauhid.
Terlapor diduga tanpa hak menyebarkan informasi untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA dan/atau penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Terlapor diduga melanggar Pasal 45A ayat 2 dan/atau Pasal 45 ayat 3, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Kuasa hukum Denny Siregar, Muannas Alaidid, tak yakin proses hukum kliennya yang diduga melakukan penghinaan dan pencemaran nama baik kepada santri di Tasikmalaya akan dilanjut. Menurut dia, kasus itu sejak awal sudah tidak masuk secara logika hukum.
Ia menjelaskan, Denny hanya membuat pernyataan dengan menampilkan foto anak-anak yang mengikuti aksi demonstrasi. Menurut dia, hal itu ditampilkan karena melibatkan anak-anak dalam aksi demonstrasi melanggar Undang-Undang.
"Bawa anak ke demo itu tak boleh dalam Undang-Undang," kata dia saat dihubungi Republika, Ahad (9/8).