REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT - Pasukan keamanan Lebanon pada Selasa menembakkan gas air mata ke pengunjuk rasa dalam upaya untuk menjauhkan mereka dari gedung parlemen di ibu kota Beirut.
Demonstran turun ke jalan menuntut lengsernya pemerintah yang berkuasa menyusul ledakan besar Selasa lalu di pelabuhan Beirut yang menewaskan sedikitnya 171 orang. Para pengunjuk rasa melemparkan batu ke pasukan keamanan, yang melakukan intervensi dengan menembakkan gas air mata.
Mereka meneriakkan slogan-slogan yang mengecam politikus yang berkuasa, yang mereka tuduh melakukan korupsi dan tidak mampu serta bertanggung jawab atas ledakan mematikan itu.
Mereka menuntut diberhentikannya seluruh anggota DPR yang dipimpin oleh Nabih Berri dan Presiden Michel Aoun. "Kami di sini untuk menekan otoritas dan pengunduran diri pemerintah Diab hanyalah permulaan," kata seorang pemrotes kepada Anadolu Agency.
Lebanon, yang memiliki struktur yang sangat rapuh soal perpecahan politik berdasarkan agama dan sekte yang berbeda, dilanda bencana ledakan besar di pelabuhan Beirut, gerbang perdagangan terbesar negara itu, di saat negara itu tengah bernegosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk memerangi krisis ekonomi yang dialaminya sejak Oktober tahun lalu.
Ledakan di Pelabuhan Beirut semakin meningkatkan kemarahan publik terhadap pemerintah dalam waktu yang lama.
Perdana Menteri Hassan Diab mengumumkan pengunduran dirinya pada hari ketiga protes yang dimulai sejak Sabtu di pusat kota Beirut dengan partisipasi ribuan orang dan slogan "Hari Perhitungan".
Penduduk Lebanon mendesak untuk memajukan pemilu dan mengganti formasi parlemen setelah jatuhnya pemerintah.
Ledakan dahsyat pada Selasa lalu mengguncang ibu kota Lebanon dan sekitarnya setelah 2.750 ton amonium nitrat yang disimpan di gudang terbakar.
Ledakan tersebut meratakan gedung-gedung di dekatnya, dan menyebabkan kerusakan material yang luas di Beirut, menyebabkan ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal.
Insiden itu terjadi pada saat Lebanon menghadapi krisis keuangan yang parah, bersama dengan pandemi virus korona.