Kamis 13 Aug 2020 20:29 WIB

Kasus Covid-19 Masih Tinggi, Pakar: Evaluasi PSBB Transisi

PSBB transisi DKI Jakarta harus segera dievaluasi. Bukan sekadar diperpanjang.

Rep: Ali Mansur/ Red: Yudha Manggala P Putra
Sejumlah pengendara kendaraan memadati Jalan Mampang Prapatan di Jakarta. Ilustrasi
Foto: Antara/Reno Esnir
Sejumlah pengendara kendaraan memadati Jalan Mampang Prapatan di Jakarta. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Langkah Pemprov DKI Jakarta memperpanjang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi masih terus diiringi angka kasus Covid-19 yang tinggi. Bahkan belakangan klaster-klaster baru bermunculan, seperti perkantoran dan kampus.

Menanggapi hal itu, pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menegaskan PSBB harus segera dievaluasi. Bukan sekadar diperpanjang.

Baca Juga

Sebab hingga saat ini peningkatan penularan semakin tinggi. Buktinya sekitar 35 RW kini berada pada zona merah. "Sampai hari ini belum pernah ada evaluasi, Pemprov selalu beralasan karena tes masif," ujar Trubus, saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (13/8).

Padahal, kata Trubus, daerah yang masuk zona di DKI Jakarta adalah daerah sama sejak Covid-19 muncul, seperti Sunter Agung, Pademangan, Petamburan dan lainnya. Artinya seolah-olah tidak ada evaluasi di zona merah tersebut, sehingga tidak ada perkembangan yang progresif. Semestinya, kata dia, beberapa zona merah tersebut dilakukan lockdown klaster.

"Lockdown itu bukan berarti orangnya tidak boleh kemana-mana, tapi penanganan protokol kesehatannya diperketat supaya tidak menjadi kurir ke tempat lain yang hijau," tambahnya.

Kemudian juga, menurut Trubus harus ada analisis penyebab munculnya klaster-klaster baru, seperti perkantoran. Pada laporan 4 Juni, perkantoran hanya menyumbang positif 43 orang, tapi pada akhir Juli tanggal 29 meningkat 10 kali lipat menjadi 453 orang. Untuk mengantisipasi, koordinasi dengan wilayah penyangga, dimana sebagian besar karyawan tinggal, juga menurutnya dibutuhkan. 

"Bersinergi dengan wilayah-wilayah penyangga, mulai dari Tangereng, Depok, Bogor dan juga Bekasi," kata Trubus.

Ia juga tidak menampik, meski penanganan Covid-19 orientasinya adalah kesehatan tapi tetap harus dibarengi dari sisi ekonomi. Evaluasi program safetynet atau jaring pengaman sosial juga menurutnya tak kalah penting. Apakah ia sudah sesuai sasaran.

Trubus pada dasarnya tidak menolak kebijakan pembukaan beberapa sektor usaha, misalnya hiburan, untuk beroperasi. Catatannya adalah soal penerapan protokol kesehatan dan kebijakan yang ketat.

"Jangan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang kontroversial yang tidak ada kaitannya dengan penanganan Covid-19 misalnya kebijakan ganjil genap," ujar dia.

Pemprov DKI berencana memperpanjang pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi yang berakhir 13 Agustus 2020. Perpanjangan rencananya selama 14 hari ke depan, mempertimbangkan masih tingginya kasus positif Covid-19 di Jakarta. Menurut data per Kamis (13/8) ini, kasus Covid-19 di Jakarta bertambah 621 orang.

Secara akumulatif jumlah kasus positif corona di Ibu Kota telah mencapai 27.863 orang, 9.044 di antaranya berstatus positif aktif. Sebagian kasus berasal dari klaster perkantoran.

Menurut data hingga 10 Agustus 2020, Sebanyak 51 perusahaan di DKI Jakarta ditutup terkait kasus Covid-19. Dimana 44 perusahaan di antaranya karena karyawan terpapar Covid-19. Tujuh perusahaan lain akibat tidak menjalankan protokol kesehatan.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement