Hanya 13 sampai 17 persen perusahaan Jerman melakukan apa yang diperlukan untuk memastikan bahwa mitra mereka di luar negeri menghormati hak asasi manusia, kata survei terbaru yang diterbitkan Kementerian Luar Negeri Jerman hari Rabu (12/08).
Itu berarti "bahkan lebih sedikit" daripada hasil survei awal yang dilakukan oleh Kementerian Kerja Sama Pembangunan dan hasilnya dirilis bulan Juli lalu. Dalam survei itu, 22 persen perusahaan Jerman menyatakan telah menerapkan sistem "pengawasan dan pemantauan", apakah mitra bisnis mereka di luar negeri memproduksi barang sesuai persyaratan yang ditetapkan pemerintah Jerman, kata seorang juru bicara Kementerian Kerja Sama Pembangunan di Berlin.
Kedua survei tersebut merupakan bagian dari National Action Plan for the Economy and Human Rights, atau NAP, yang ditetapkan pemerintah Jerman tahun 2016. Menurut NAP, sampai tahun 2020 harus lebih dari setengah perusahaan besar di Jerman yang sudah mematuhi “pedoman hak asasi” yang ditetapkan pemerintah Jerman. Jika tidak, pemerintah akan mempertimbangan ketetapan hukum baru yang lebih ketat. Yang dikategorikan sebagai perusahaan besar adalah perusahaan dengan lebih 500 karyawan.
Banyak perusahaan ”gagal memenuhi harapan”
Menanggapi survei awal bulan Juli itu, Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas mengatakan, hasil survei menunjukkan bahwa "di satu sisi makin banyak perusahaan Jerman yang sudah secara intensif menangani masalah hak asasi manusia dalam operasi bisnis global mereka dan secara aktif menangani masalahnya."
"Di sisi lain, hasil survei awal itu dengan jelas menunjukkan bahwa banyak perusahaan telah gagal memenuhi harapan pemerintah," ujarMaas.
Menurut data terakhir, 83 hingga 88 persen perusahaan Jerman belum memenuhi persyaratan yang ditetapkan pemerintah, kata Kementerian Luar Negeri. Tetapi, 10 hingga 12 persen perusahaan tersebut "berada di jalur yang baik untuk memenuhi NAP."
Bertindak etis baik di dalam maupun di luar negeri
Kedua survei itu dirilis di tengah makin lantangnya seruan untuk memberlakukan aturan hukum tidak hanya bagi perusahaan di Jerman, melainkan juga pada rantai perusahaan pemasok yang berada di luar negeri. Aturan hukum itu diharapkan bisa memastikan bahwa sektor bisnis juga bertindak secara etis baik di dalam dan luar negeri.
Undang-undang baru itu dimaksudkan untuk menciptakan transparansi pada rantai pasokan global yang digunakan bisnis Jerman. Pemerintah Jerman berharap, dengan itu bisa dilakukan pemantauan lebih baik terhadap pelanggaran hak asasi manusia, termasuk pekerja anak, diskriminasi, dan kurangnya hak pekerja.
Menteri Kerja Sama Pembangunan Gerd Müller dan Menteri Perburuhan Hubertus Heil mengatakan, mereka ingin menjadikan undang-undang semacam itu sebagai prioritas utama selama periode legislatif mendatang.
hp/rap (epd, kna)