REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah disarankan membuat regulasi khusus untuk produk hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL). Regulasi dibutuhkan agar potensi yang dimiliki industri HPTL dapat dioptimalkan.
Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (Kabar) Ariyo Bimmo mengatakan, HPTL memberikan kontribusi kepada pemasukan negara sebesar Rp 436,6 miliar pada 2019. Dengan demikian, kata dia, industri yang baru ditetapkan kurang lebih dua tahun ini berpotensi memberikan kontribusi lebih terhadap pemasukan negara.
Namun, Ariyo menilai pengaturan mengenai HPTL bukan hanya dibutuhkan untuk kepentingan penerimaan negara. Menurut dia, produk HPTL dapat menjadi alternatif untuk mengurangi risiko yang timbul akibat kebiasaan merokok.
Ariyo yang juga pengamat hukum mengatakan, saat ini belum ada aturan yang secara jelas mengatur produk HPTL. “Padahal, produk ini punya banyak potensi dari aspek kesehatan, industri, pemasukan negara, hingga pembukaan lapangan pekerjaan,” kata Ariyo, Selasa (18/8)
Menurutnya, HPTL dapat menjadi solusi pengurangan risiko yang optimal, tetapi pemerintah perlu segera menerbitkan aturan untuk produk tersebut. Kata Ariyo, aturan mengenai HPTL saat ini hanya tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 156/2018 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
“Aturan tersebut hanya mengatur mengenai pengenaan cukai untuk produk HPTL. Namun belum ada aturan teknis yang lebih dalam untuk industri ini,” kata Ariyo.
Menurut Ariyo, idealnya produk ini diatur secara komprehensif dan berbeda dari produk rokok, mulai dari tarif cukai, tata cara pemasaran, peringatan kesehatan. Hal penting lainnya yang perlu diatur adalah pelarangan akses untuk anak di bawah umur.
“Agar potensi industri HPTL dapat dikembangkan secara maksimal, perlu segera ada regulasi yang lebih komprehensif dan sesuai dengan profil risikonya," kata dia.