Sabtu 22 Aug 2020 14:16 WIB

AMSI: Brand yang Sehat Harus Tampil di Konten Sehat

Industri media secara ekonomi harus jalan, tapi secara etis tak boleh melanggar

Ketua Presidium Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wenseslaus Manggut, (ilustrasi).
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Presidium Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wenseslaus Manggut, (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kongres Kedua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) resmi dibuka hari ini, Sabtu (22/8). Kongres virtual yang juga ditayangkan secara live di Republika.co.id ini, akan berlangsung hingga besok, Ahad (23/8).

Tema yang diusung dalam Kongres Kedua tersebut adalah Membangun Ekosistem Media Siber Berkelanjutan. Hadir dalam acara pembukaan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang juga adalah keynote speaker, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, dan Wakil Ketua Dewan Pers Hendry Ch Bangun. Kongres Kedua AMSI kali ini diikuti oleh 338 anggota AMSI yang tersebar di 21 provinsi dari Aceh hingga Papua.

Dalam sambutannya, Ketua Umum AMSI Wens Manggut menyorot sejumlah kondisi yang dihadapi oleh media saat ini, utamanya media digital, di tengah begitu banyaknya pemain di industri tersebut. Saat ini, begitu banyak raksasa platform yang nyaris melakukan semua pekerjaan media, tetapi tidak terikat dengan regulasi tentang pers. Tak heran, mereka pun lebih sigap beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi, karena tak dibelenggu oleh aturan (unregulated).

“Kita menjadi pengelola perusahaan media pada saat distribusi atas konten di luar kendali perusahaan pers. Sekitar 80-85 persen konten kita dikendalikan platform. Kita juga menjadi pengelola perusahaan media pada saat saluran distributor, juga jadi agen sales, dan segenap KPI  bisnis ditentukan oleh distributor. Ini kondisi yang terjadi saat ini,” ujar Wens dalam sambutannya.

Pada saat yang sama, cara kerja newsroom juga ikut terpengaruh. Muncul kritik tajam terhadap kualitas media digital yang kini dinilai hanya mengejar hits semata. “Kritik ini benar adanya, tetapi kritik itu haruslah dilihat dalam ekosistem yang berubah itu,” katanya.

Kondisi ini, menurut Wens, tidak perlu dicemaskan seandainya ekosistem ini tidak mudah ditumpangi oleh para "pembawa sampah", seperti hoaks, hatespeech, dan disinformasi. “Faktanya tidak. Hatespeech, hoaks, dan disinformasi marak. Dan, pada ekosistem ini, dia tidak hanya menjadi alat kepentingan seperti politik, tetapi menjelma menjadi produk yang bisa diperjualbelikan,” tegas Wens.

Dia melanjutkan mesin yang memasok iklan dari platform adalah mesin yang "tidak punya hati", di mana iklan bisa masuk ke konten hatespeech, hoaks, dan misinformasi. “Oleh karena itu, AMSI, bersama tim media sustainability yang diinisiasi Dewan Pers, sudah dan sedang membahas masalah ini dengan para brand, terutama agar produk mereka tidak jatuh pada konten sampah. Brand yang sehat seharusnya tampil di konten yang sehat,” ungkapnya.

Wakil Ketua Dewan Pers Hendry Ch Bangun juga menyorot banyaknya tantangan yang dihadapi oleh media saat ini. Oleh karena itu, Dewan Pers membentuk Satgas Media Sustainability. Dewan Pers, menurut Hendry, telah mengajukan sejumlah insentif kepada pemerintah untuk menjamin keberlanjutan industri media.

Dalam kondisi penuh tantangan tersebut, Hendry mengingatkan AMSI untuk tidak hanya mengejar sisi bisnis semata lewat pemberitaan yang clickbait, sehingga kepercayaan masyarakat tetap terjaga. “Secara ekonomi harus jalan, tapi secara etis harus tidak melanggar,” katanya dikutip dari siaran pers.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan perkembangan ekonomi saat ini sebagai dampak dari pandemi Covid-19. Negara, menurutnya, telah melakukan berbagai upaya untuk menjaga roda perekonomian tidak berhenti, mulai dari menggelontorkan anggaran hingga mengeluarkan sejumlah kebijakan yang bisa membantu pemulihan kondisi perekonomian. Media, sambungnya, harus turut membantu upaya pemerintah tersebut.

Terkait dengan sustainability media baik konvensional maupun digital, Sri Mulyani menekankan sejumlah hal.

Pertama, pemerintah telah mempertimbangkan sejumlah usulan yang masuk melalui Dewan Pers, antara lain untuk PPn kertas, ditetapkan ditanggung pemerintah mulai Agustus. Pajak penghasilan (PPh) juga sudah diturunkan. Untuk BPJS Ketenagakerjaan, PP sedang dalam proses penyelesaian.

Kedua, tantangan AMSI saat ini luar biasa, yakni ingin memerangi disinformasi, hoaks, dan misinformasi. Kondisi ini juga dihadapi oleh Amerika Serikat. 

Ketiga, concern public goods harus dimiliki. Iklan pemerintah di media lokal akan diupayakan tanpa menimbulkan retaliasi. “Kami juga akan lakukan adjustment untuk hadapi disrupsi digital,” ujarnya.

Keempat, masyarakat mengharapkan informasi yang tidak kering. Ini membutuhkan perubahan dari policy maker. Terkait ini, AMSI bisa menjadi partner untuk menciptakan kejernihan bagi masyarakat. Harus seimbang antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab sosial.

Kelima, harus ada partnership dan komunikasi yang kuat untuk membangun ekosistem yang sehat untuk mengisi ruang publik dengan informasi yang baik. “Kalau sama-sama berjalan, kekuatannya bisa lebih besar, daripada bergerak sendiri-sendiri. Ini penting untuk bisa mengurangi distorsi di ruang publik,” kata Wens.

Kongres Kedua AMSI sedianya digelar di Surabaya, Jawa Timur. Namun, karena kondisi yang tidak memungkinkan, kongres tersebut akhirnya digelar secara virtual. Turut hadir dalam acara pembukaan Kongres Kedua Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

“Selamat berkongres. Sebenarnya sudah disiapkan tempat. Namun, kami di Jatim tetap tunggu, raker atau rakor,” ujar Khofifah. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement