REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sejak masa Alquran diturunkan hingga kini, kaum Muslimin dalam menjelaskan hukum-hukum agama selalu menggunakan metode (uslub) sebagaimana uslub-uslub Alquran. Lantas bagaimana peran ulama dalam menjelaskan hukum-hukum agama?
Dalam kitab Fikih Shalat karya Imam Ibnu Qayyim Al-Jauzi disebutkan, fatwa-fatwa para ahli fikih telah banyak ditulis di masa sekarang. Semuanya merupakan sumber referensi untuk mengetahui hukum-hukum agama sekaligus menjadi kekayaan khazanah ilmiah bagi umat Islam.
Maka sebagai bentuk kepedulian terhadap urusan kaum Muslimin yang tak lepas dari hukum-hukum yang menyertainya, maka dibentuklah lembaga-lembaga untuk memberikan fatwa. Tujuannya adalah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan masyarakat seputar syariat, di sinilah ulama memiliki peran sentral.
Lembaga-lembaga seperti itu di antaranya Darul Ifta Al-Misriyah atau Lajnatul Fatawa bil-Azhar, hingga di Indonesia seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dalam organisasi-organisasi masyarakat (ormas) Islam pun memiliki lembaga-lembaga seperti itu pada umumnya.
Hadirnya fatwa-fatwa ulama dapat berfungsi untuk menjadi penyambung benang yang terputus. Yaitu silsilah pembahasan hukum Islam yang dapat dijabarkan secara ilmiah dan kontekstual dengan permasalahan-permasalahan umat.