Kamis 27 Aug 2020 16:01 WIB

Laporan: Pertemuan Rahasia Pangeran MBS dan Netanyahu Batal

Pertemuan rahasia dibatalkan karena rencana itu disebut telah bocor.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman
Foto: AP Photo/Jacquelyn Martin
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) dilaporkan membatalkan rencana pertemuannya dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Washington, Amerika Serikat (AS), pekan depan. Dia disebut khawatir jika berita itu bocor ke media dan memicu skandal.

Middle East Eye, mengutip sumber-sumber di Kerajaan Saudi melaporkan, rencana kunjungan MBS ke Washington cukup matang. Tanggal kunjungan telah disepakati dan tim protokol sudah diberangkatkan. MBS diagendakan mendarat di AS pada Senin (31/8) atau pascaberakhirnya Konvensi Republik.

Baca Juga

Karena kunjungannya bersifat rahasia, MBS tidak ingin tinggal di kedutaan atau kediaman duta besar. Empat rumah dilaporkan telah dibeli untuk tempat tinggalnya selama berada di Washington. Saat berada di sana, MBS diagendakan bertemu Benjamin Netanyahu.

Mereka diperkirakan akan membahas tentang prospek normalisasi hubungan diplomatik antara Saudi dan Israel. Belum disepakati apakah pertemuan antara kedua tokoh itu akan direkam kemudian diumumkan atau dilakukan langsung di depan kamera.

Jika opsi kedua yang dipilih, MBS tetap dalam posisi aman. Sebab para pengkritiknya di Kongres AS maupun tokoh-tokoh yang menudingnya terlibat dalam kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi tidak akan memiliki waktu untuk menyiapkan pernyataan.

"Bagaimanapun, itu dimaksudkan untuk menjadi hal yang besar. Itu tidak diharapkan menjadi pengumuman penuh normalisasi hubungan, tapi memberi petunjuk bahwa dia menuju ke arah itu," ujar seorang sumber yang dikutip Middle East Eye.

Namun rencana kunjungan itu berantakan. Pada Sabtu pekan lalu MBS disebut menerima laporan bahwa rencananya telah bocor. Presiden AS Donald Trump dan penasihat senior Gedung Putih Jared Kushner adalah dua tokoh yang sangat menginginkan kunjungan MBS terealisasi.

Oleh sebab itu, setelah rencana kunjungan MBS bocor, Trump mengutus Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo untuk melakukan serangkaian lawatan ke Timur Tengah. Pompeo ditugaskan menggalang dukungan regional bagi kesepakatan normalisasi hubungan diplomatik yang telah dicapai Israel dengan Uni Emirat Arab (UEA).

Jared Kushner cukup optimistis akan ada negara Arab lainnya yang melakukan normalisasi dengan Israel, termasuk Saudi. "Saya pikir kita memiliki negara lain yang sangat tertarik untuk bergerak maju dalam membangun hubungan diplomatik dengan Israel. Seiring perkembangannya, saya pikir itu adalah keniscayaan bahwa Arab Saudi dan Israel akan sepenuhnya menormalisasi hubungan dan mereka akan dapat melakukan banyak hal hebat bersama-sama," ucapnya.

Israel berhasil mencapai kesepakatan normalisasi hubungan diplomatik dengan UEA pada 13 Agustus lalu. Hal tersebut tercapai dengan bantuan mediasi dari AS. Ini merupakan kesepakatan damai pertama Israel dengan negara Arab dalam 26 tahun.

Menurut Putra Mahkota UEA Sheikh Mohammad bin Zayed Al Nahyan kesepakatan normalisasi itu sengaja dibuat untuk menghentikan rencana aneksasi Israel terhadap wilayah Palestina.

Di bawah kesepakatan dengan UEA, Israel memang sepakat menangguhkan rencana aneksasi Tepi Barat. Namun Netanyahu telah menegaskan bahwa rencana tersebut tak sepenuhnya disingkirkan. Netanyahu mengatakan akan tetap menjalin koordinasi dengan AS perihal pencaplokan Tepi Barat. AS, melalui rencana perdamaian Timur Tengah-nya, memang telah memberi lampu hijau kepada Israel untuk melakukan hal tersebut. 

Mesir dan Oman adalah dua negara yang cukup menyambut kesepakatan normalisasi hubungan UEA dengan Israel. Menurut mereka hal itu dapat memajukan proses perdamaian di kawasan. Menteri Intelijen Israel telah mencantumkan Oman, Bahrain, dan Sudan sebagai negara-negara yang akan mengikuti langkah UEA.

Sementara itu Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) telah menegaskan tidak akan ada normalisasi hubungan dengan Israel. Hal itu berlaku hingga Israel mengakhiri pendudukannya di tanah Arab dan Palestina.

"Membangun hubungan normal antara negara-negara anggota organisasi (OKI) dan negara pendudukan Israel tidak akan tercapai sampai akhir pendudukan Israel atas tanah Arab serta Palestina yang diduduki sejak 1967, termasuk al-Quds (Yerusalem)," kata Sekretaris Jenderal OKI Yousef Al-Othaimeen pada Senin (24/8), dikutip laman Anadolu Agency.

Al-Othaimeen menekankan bahwa perjuangan Palestina adalah masalah inti bagi OKI. Dia menyebut Inisiatif Perdamaian Arab yang dicetuskan pada 2002 merupakan pilihan strategis dan solusi untuk menyelesaikan konflik Arab-Israel.

Inisiatif Perdamaian Arab disahkan dalam KTT Arab di Beirut, Lebanon, pada 2002. Inisiatif tersebut mengusulkan pembentukan hubungan normal antara negara-negara Arab dan Israel. Namun Israel harus terlebih dulu menarik diri dari semua tanah yang didudukinya sejak 1967. Pemerintah Israel telah berulang kali menyatakan penolakan atas inisiatif tersebut dan menyerukan adanya perubahan mendasar di dalamnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement