Selasa 01 Sep 2020 17:34 WIB

Penerimaan Pajak Berpotensi Lebih Rendah dari Target

Risiko shortfall merujuk pada data yang memperlihatkan ketidakpastian akibat Covid-19

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memprediksi, penerimaan perpajakan pada tahun ini terus tertekan. Bahkan, nominalnya berpotensi lebih rendah dibandingkan target yang tertulis dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2020, yakni Rp 1.404,5 triliun.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memprediksi, penerimaan perpajakan pada tahun ini terus tertekan. Bahkan, nominalnya berpotensi lebih rendah dibandingkan target yang tertulis dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2020, yakni Rp 1.404,5 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memprediksi, penerimaan perpajakan pada tahun ini terus tertekan. Bahkan, nominalnya berpotensi lebih rendah dibandingkan target yang tertulis dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2020, yakni Rp 1.404,5 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, perkiraan ini seiring dengan revisi ke bawah terhadap pertumbuhan ekonomi 2020. Semula, pemerintah memperkirakan, ekonomi Indonesia pada tahun ini dapat tumbuh dalam rentang minus 0,4 persen sampai 2,3 persen. Tapi, berdasarkan proyeksi terbaru, pemerintah memperkirakan ekonomi akan tumbuh negatif 1,1 persen hingga maksimal 0,2 persen.

Baca Juga

"Dengan adanya hal itu, kita juga perkirakan, penerimaan pajak juga akan alami revisi sedikit ke bawah dibandingkan yang ada dalam Perpres 72," ujarnya dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR secara virtual, Rabu (1/9).

Sri menyebutkan, risiko shortfall ini merujuk pada data-data terbaru yang memperlihatkan risiko ketidakpastian akibat Covid-19 masih relatif tinggi. Outlook tersebut menciptakan risiko peningkatan ketidakpastian target penerimaan perpajakan pada 2021.

Dalam Rancangan APBN 2021, pemerintah memperkirakan penerimaan perpajakan mampu tumbuh moderat 5,5 persen dari target dalam Perpres Nomor 72 Tahun 2020, yaitu menjadi Rp 1.481,9 triliun. Namun, Sri memastikan, pemerintah terus berupaya mencapai target penerimaan perpajakan tahun depan.

Perluasan basis penerimaan pajak akan menjadi kunci keberhasilan upaya optimalisasi penerimaan pajak, baik pada 2021 maupun tahun-tahun yang akan datang. Sri menjelaskan, hal tersebut akan dapat diwujudkan apabila program Reformasi Perpajakan yang saat ini sedang dilaksanakan terus diperkuat dan diakselerasi.

"Baik reformasi kebijakan maupun administrasi," katanya.

Program reformasi perpajakan tersebut diterjemahkan ke dalam perbaikan pada lima pilar utama, yaitu Regulasi Perpajakan, Organisasi, Sumber Daya Manusia, Teknologi Informasi dan Basis Data, serta Proses Bisnis.

Di sisi lain, Sri menambahkan, pemerintah mencoba melakukan kebijakan yang seimbang antara peningkatan penerimaan perpajakan dengan tetap mendukung insentif usaha dalam rangka pemulihan ekonomi. Upaya ini dilakukan dengan insentif perpajakan yang tetap diberikan, meski secara lebih selektif.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement