REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL-- Korea Selatan (Korsel) mengonfirmasikan 168 kasus infeksi virus corona pada Jumat (4/9). Laporan itu sekaligus menjadi jumlah kasus harian terendah sejak Korsel memberlakukan kembali peraturan pembatasan sosial yang ketat pada tiga pekan yang lalu.
Pada Sabtu (5/9), Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (KCDC) Korsel melaporkan total kasus infeksi menjadi 21.010. Sementara itu, 333 pasien di antaranya meninggal dunia.
Jumlah kasus infeksi pada Jumat kemarin menjadi yang terendah sejak Negeri Ginseng diterpa gelombang kedua wabah Covid-19. Gereja yang anggotanya menghadiri unjuk rasa politik pada 15 Agustus lalu sempat menjadi pusat wabah yang baru.
Dalam tiga hari terakhir, jumlah kasus infeksi harian di bawah 200 setelah sempat mencapai puncaknya pada pekan lalu dengan laporan 441 kasus baru dalam satu hari. Hal ini menandakan peraturan pembatasan sosial yang ketat mulai berdampak baik.
Demi memutus rantai penularan, Korsel menerapkan kebijakan yang belum pernah diterapkan sebelumnya. Seperti membatasi jam operasi tempat makan di metropolitian Seoul yang saat ini menjadi pusat wabah.
Korsel juga melarang makan di luar setelah jam 21.00 serta membatasi kedai kopi dan toko roti untuk melakukan pengiriman. Pemerintah memperpanjang peraturan ini hingga 13 September dengan alasan masih perlu waktu lebih lama untuk menekan angka kasus penularan.
"Angkanya memang menunjukkan tren penurunan tapi masih terlalu dini bagi kami untuk melonggarkannya," kata Menteri Kesehatan Korsel Pak Neung-hoo.
Upaya untuk menekan angka kasus baru ini diperumit aksi mogok kerja yang dilakukan 16 ribu doktor residen dan magang. Mereka menentang rencana pemerintah untuk reformasi sektor kesehatan agar lebih siap menghadapi pandemi.
Pada Jumat kemarin organisasi kesehatan tertinggi di Korsel sudah sepakat dengan pemerintah untuk mengakhiri aksi mogok kerja. Para dokter muda menolak kesepakatan tersebut dan berjanji akan melanjutkan aksi mereka.