REPUBLIKA.CO.ID, Agresi militer Amerika Serikat ke sejumlah negara Arab Islam seperti Irak dan Libya sudah banyak diprediksi banyak pakar dan pengamat Timur Tengah.
Serangan tersebut diprediksi terlaksana setelah Amerika Serikat serang Afghanistan untuk melumpuhkan Osama bin Laden dan perang melawan apa yang mereka sebut terorisme, pasceperistiwa 11 September 2001.
Rencana serangan besar-besaran Amerika Serikat terhadap basis kelompok bersenjata Osama Bin Laden di Afghanistan, meskipun keterlibatan warga kelahiran Arab Saudi itu belum jelas, mendapat perhatian serius para pengamat dan pakar strategi Arab.
Sejumlah stasiun televisi Arab menyiarkan langsung paket khusus tentang rencana tersebut, pada Sabtu 15 Sepmber 2001 dan Ahad 6 September 2001. Hadir dalam acara itu para pengamat dan pakar strategis Arab terkemuka.
Menurut sejumlah pengamat Arab, serangan Amerika Serikat ke Afghanistan tanpa bukti jelas keterlibatan Osama merupakan batu loncatan AS untuk melaksanakan strategi jangka panjang. Yakni menghancurkan semua gerakan yang disebutnya gerakan terorisme termasuk di sejumlah negara Arab sebagai target berikutnya.
Pendapat itu dikemukakan Dr Hassan Makki (Sudan), Jehan Khazin asal Lebanon yang mukim di London, Mayjen (purnawirawan) Talat Musallam pakar strategis asal Mesir, Dr Mazen Ramadhan (Irak), Prof Thalib Abu Obeid asal Uni Emirat Arab (UEA), Dr Azzam Tamimi pengamat Arab di London, Nehad Mounir anggota legislatif Palestina, dan sejumlah pengamat lainnya.
"Setelah Afghanistan menyusul negara-negara sekitar seperti Pakistan, Iran lalu negara-negara untuk menghancurkan Hamas, Al-Jihad, Hizbullah dan seterusnya. Ini strategi jangka panjang," kata Makki mengingatkan. "Yang lebih dituju AS ada tujuan politis untuk strategi perang total terhadap gerakan yang disebutnya terorisme," tandas Mayjen Musallam.
Jehad Khazen mengingatkan negara-negara Arab tak berpartisipasi dalam serangan AS terhadap Afghanistan. Selain karena belum jelas pelaku serangan World Trade Center (WTC) New York dan Pentagon di Washington, itu juga dapat dijadikan legitimasi untuk melakukan hal serupa atas gerakan perlawanan Arab.
"AS tidak akan peduli pada Arab meskipun nanti mendapat dukungan bagi serangan ke Afghanistan. Giliran gerakan perjuangan Arab seperti Hamas, Jihad dan Hizbullah akan datang. Sebagai bangsa Arab strategi ini harus ditolak tegas," kata pemimpin redaksi harian berpengaruh Arab Al-Hayat, milik Arab Saudi itu. Ketidakpedulian AS dapat dilihat dari serangan gegabah yang dilakukan terhadap pabrik obat-obatan di ibu kota Sudan, Khartoum, Agustus 1998, yang dicurigai sebagai pabrik senjata kimia Sudan.
"Setelah terbukti sasaran salah, AS tidak perduli dan sekedar minta maaf pun tidak dilakukan apalagi memberikan ganti rugi. Ini harus dijadikan pelajaran oleh Arab," kata Jehan dan Makki.