REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar Komunikasi dari Universitas Airlangga Surabaya Suko Widodo menyarankan KPU dan Bawaslu membentuk tim pengawas untuk mencegah adanya klaster baru Covid-19 saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Surabaya 2020. "Tim pengawas terdiri dari ahli kesehatan dan epidemiologi," ujarnya ketika dikonfirmasi di Surabaya, Rabu (9/9) malam.
Menurut dia, pembentukan tim dinilai perlu, terlebih terdapat salah seorang bakal calon peserta Pilkada 2020 positif terpapar Covid-19. Pada pelaksanaan Pilkada kali ini, kata dia, sangat berpotensi memunculkan klaster baru Covid-19 karena penyebaran virus salah satunya karena interaksi yang tak berjarak.
"Sementara pada Pilkada 2020 potensi kerumunan sangat terjadi dalam aktivitas politik," ucap Sukowi, sapaan akrabnya.
Bahkan, lanjut dia, siapa pun sekarang ini berpotensi terkena Civid-19 sehingga penyelenggara Pilkada harus kerja ekstra. Dia mengatakan, meski KPU telah membuat larangan berkumpul dan anjuran untuk kampanye melalui daring, keinginan bertemu langsung dengan kandidat akan sulit dibendung.
"Padahal dalam pertemuan itu terjadi interaksi orang yang kadang lalai jalankan protokol kesehatan. Potensi pelanggaran protokol kesehatan sangat terjadi dalam aktivitas politik," katanya.
Dosen FISIP Unair itu juga meminta setiap pasangan calon untuk menahan diri dan tetap mematuhi protokol kesehatan agar tidak adanya klaster baru Covid-19. "Ini Pilkada darurat. Risiko kesempatan manusia amat berat. Paslon harus mengedepankan kesehatan semua orang," ujarnya.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum Kota Surabaya mengungkapkan bahwa salah seorang bakal calon peserta Pilkada 2020 positif terpapar Covid-19 berdasarkan hasil tes usap di di RSUD dr Soetomo Surabaya, Senin (7/9). Namun, KPU tidak bersedia mengungkap identitas bakal calon peserta Pilkada Surabaya yang positif Covid-19.
Pilkada Surabaya 9 Desember 2020 diperkirakan diikuti dua pasangan calon, yakni Machfud Arifin-Mujiaman dan Eri Cahyadi-Armuji.