Sabtu 12 Sep 2020 07:30 WIB

Kebakaran Buat Pengungsi di Yunani Tidur di Jalanan

Kebakaran pertama menyebabkan 3.500 penduduk kamp kehilangan tempat tinggal.

Rep: Dwina agustin/ Red: Friska Yolandha
 Pengungsi dan migran yang membawa barang-barangnya melarikan diri dari kebakaran yang terjadi di kamp Moria di pulau Lesbos, Yunani, 9 September 2020.
Foto: REUTERS/Alkis Konstantinidis
Pengungsi dan migran yang membawa barang-barangnya melarikan diri dari kebakaran yang terjadi di kamp Moria di pulau Lesbos, Yunani, 9 September 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, MYTILENE -- Ribuan pengungsi dan migran menghabiskan malam ketiga di tempat terbuka di pulau Lesbos, Yunani, Jumat (11/9). Kondisi tersebut akibat dua malam berturut-turut terjadi kebakaran di kamp Moria.

Beberapa orang terbangun setelah tidur di pinggir jalan dengan menebang alang-alang dan menggunakan selimut bekas untuk membuat tempat berteduh sederhana. Cara tersebut dilakukan untuk bisa melindungi pengungsi dari dinginnya malam dan teriknya matahari di siang hari. Sedangkan beberapa pengungsi lain menggunakan tenda atau hanya kantong tidur untuk melindunginya dari cuaca buruk.

"Kami telah menghabiskan tiga hari di sini tanpa makan, tanpa minum. Kami berada dalam kondisi yang benar-benar tidak terlalu baik," ujar mantan warga kamp dari Gambia, Freddy Musamba.

Musamba menyatakan, Uni Eropa membuat para pengungsi bernasib seperti itu dengan meninggalkan begitu saja. Dia menyerukan agar Uni Eropa datang dan mendukung pengungsi.

"Kami seperti anak-anak terlantar. Kami telah menahan hal-hal yang tidak kami ketahui bisa terjadi," ujarnya.

Otoritas Yunani mengatakan, kebakaran Selasa dan Rabu malam (8-9/9) sengaja dibuat oleh beberapa warga kamp yang marah dengan perintah isolasi yang dikeluarkan untuk mencegah penyebaran virus corona. Perintah itu muncul setelah 35 pengungsi di kamp ditemukan terinfeksi.

Kebakaran pertama pada Selasa malam menyebabkan sekitar 3.500 penduduk kamp kehilangan tempat tinggal.

Tenda darurat diterbangkan dan sebuah kapal feri serta dua kapal angkatan laut akan menyediakan akomodasi darurat. Tapi, sisa-sisa kamp dibakar kembali pada Rabu malam, meninggalkan penduduk yang tersisa tidak punya tempat tinggal.

Juru bicara pemerintah, Stelios Petsas, menekankan tidak ada penghuni kamp akan diizinkan meninggalkan pulau itu. Hanya 406 remaja tanpa pendamping dan anak-anak yang telah tinggal di sana akan diterbangkan ke daratan dan untuk sementara ditempatkan di hotel pada Rabu malam.

"Beberapa orang tidak menghormati negara yang menampung mereka, dan mereka berusaha keras untuk membuktikan bahwa mereka tidak mencari paspor untuk kehidupan yang lebih baik," kata Petsas. Dia menekankan bahwa kebakaran telah sengaja dibuat dan menyebabkan ribuan keluarga kehilangan tempat tinggal.

Moria menampung orang-orang dari Afrika, Asia dan Timur Tengah yang tiba di pulau itu dari pantai Turki terdekat untuk melarikan diri dari kemiskinan atau konflik di tanah air mereka. Berdasarkan kesepakatan 2016 antara Uni Eropa dan Turki, mereka yang tiba di pulau-pulau Yunani akan tetap di sana sambil menunggu permohonan suaka berhasil atau dideportasi kembali ke Turki.

Tapi, penumpukan permohonan suaka, ditambah dengan kedatangan yang terus menerus dan sedikit deportasi, menyebabkan kepadatan yang berlebihan di Moria dan kamp-kamp lain di pulau-pulau Aegean timur. Organisasi bantuan telah lama memperingatkan tentang kondisi mengerikan di kamp, yang memiliki kapasitas lebih dari 2.750 orang tetapi menampung lebih dari 12.500.

Situasi tersebut telah menyebabkan ketegangan yang meningkat, baik di antara para migran dan pengungsi di dalam kamp maupun dengan penduduk setempat. Warga sekitar telah lama menyerukan agar Moria ditutup.

Kamp yang penuh sesak dan kondisinya yang mengerikan telah dianggap oleh para kritikus sebagai simbol kegagalan dalam kebijakan migrasi dan pengungsi Uni Eropa. Presiden Prancis, Emanuel Macron, mengatakan Prancis dan Jerman sedang dalam pembicaraan untuk menerima beberapa anak yang telah tinggal di Moria pada Kamis.

Menteri Dalam Negeri Jerman, Horst Seehofer, mengatakan 10 negara Uni Eropa telah setuju untuk berpartisipasi dalam menerima anak-anak tanpa pendamping dari Moria dan pembicaraan sedang berlangsung dengan yang lain. Jerman dan Prancis akan mengambil bagian terbesar, sekitar dua pertiga dari 406 anak yang telah tinggal di kamp tanpa orang tua atau wali.

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement