REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat sedang haid, seorang suami dilarang berhubungan intim dengan istri. Semua ulama fiqih dari empat mazhab pun telah menyepakatinya, seperti Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali.
Haramnya berhubungan intim dengan istri yang sedang haid ini sebagaimana firman Allah pada Al-Baqarah Ayat 222: "Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri..."
Namun pertanyaannya, apakah suami masih boleh mencumbuinya? Kalau boleh, apa batasannya? Ustadzah Aini Aryani memberikan penjelasan sebagaimana dikutip di laman Rumah Fiqih Indonesia.
Dalam penjelasannya, ada tiga hadits yang menjadi rujukan soal dibolehkannya mencumbui istri yang sedang haid. Hadits pertama diriwayatkan oleh Aisyah RA: "Dari Aisyah RA beliau berkata, "Rasululullah SAW menyuruhku untuk memakai sarung, kemudian beliau mencumbuiku dalam keadaan haid." (Muttafaqun Alaih)
Dalam hadits lain dari Aisyah RA: "Jika salah satu dari kami (istri Nabi) ada yang haid, dan Rasulullah SAW ingin mencumbuinya, maka beliau menyuruh istrinya yang haid itu untuk memakai kain sarung, kemudian beliau mencumbuinya." (HR. Bukhari).
Dalam hadits dari Ummul Mukminin Maimunah RA: "Rasulullah SAW mencumbui istrinya dalam keadaan haid, apabila istrinya itu memakai sarung." (HR. An-Nasa'i)
"Batasan mengenai larangan hubungan badan yang disepakati para ulama adalah apabila terjadi jima' dalam arti yang sesungguhnya, yakni terjadinya dukhul atau penetrasi," ujar Ustadzah Aini.
Ustadzah Aini menyampaikan, dalam mazhab Syafi'i, suami boleh mencumbui isterinya yang sedang haid di bagian mana saja yang diinginkan, tetapi menggunakan kain penghalang sehingga tidak terjadi sentuhan kulit secara langsung. Hal ini mengacu pada penjelasan Imam Nawawi melalui kitab Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab jilid 2.
Al-Khatib As-Syirbini melalui kitab Mughni Al-Muhtaj jilid 1 menjelaskan mazhab Syafi'i juga membolehkan suami memandang bagian-bagian yang diinginkan itu, dengan atau tanpa syahwat. Suami juga boleh mencumbui di bagian-bagian di antara pusar dan lutut tetapi menggunakan penghalang supaya tidak ada sentuhan kulit secara langsung.