REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asian Development Bank (ADB) mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonominya terhadap Indonesia pada Asian Development Outlook (ADO) 2020 Update. ADB memproyeksi ekonomi Indonesia terkontraksi 1 persen untuk tahun ini.
“Perekonomian Indonesia akan mengalami kontraksi tahun ini. Pertama kali sejak krisis keuangan tahun 1997-1998,” kata Ekonom ADB untuk Indonesia Emma Allen dalam ADB webinar on Asian Development Outlook 2020 di Jakarta, Selasa (15/9).
Ia menjelaskan kontraksi disebabkan oleh konsumsi yang menurun pada paruh pertama tahun 2020 seiring pemotongan belanja oleh rumah tangga dan penundaan investasi oleh dunia usaha.
Laporan ADB memperkirakan belanja rumah tangga masih akan rendah dalam waktu dekat mengingat adanya pembatasan sosial yang dilaksanakan untuk mengendalikan penyebaran virus. Lemahnya permintaan domestik menyebabkan perkiraan inflasi Indonesia untuk tahun ini adalah 2 persen atau turun dari prediksi ADB pada April lalu yaitu 3 persen.
Kemudian kontraksi juga disebabkan karena permintaan terhadap ekspor Indonesia yang ikut merosot seiring diberlakukannya karantina wilayah di seluruh dunia. Kegiatan perdagangan dan investasi pun akan rendah karena permintaan global dan domestik masih tetap lemah pada 2020.
Untuk impor barang modal akan merosot lebih tajam dibanding kontraksi pendapatan dari pariwisata dan ekspor komoditas sehingga defisit transaksi berjalan diperkirakan turun setara 1,5 persen PDB.
Meski demikian, ADB memproyeksikan pemulihan terjadi secara cepat seiring permintaan domestik yang mampu mendongkrak indeks manajer pembelian bidang manufaktur hingga melampaui ambang batas 50 pada Agustus. Oleh sebab itu, dalam publikasi ekonomi tahunan Asian Development Outlook (ADO) 2020 yang baru dirilis turut mempertahankan prediksinya untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan.
ADB memprediksikan bahwa perekonomian Indonesia akan naik kembali ke tingkat pertumbuhan mencapai 5,3 persen pada 2021 setelah tahun ini terkontraksi 1 persen. Pemulihan ekonomi Indonesia tahun depan akan didukung oleh belanja rumah tangga dan perekonomian global yang membaik sehingga meningkatkan investasi.
Pulihnya belanja rumah tangga dan dunia usaha pada 2021 tersebut menyebabkan inflasi diperkirakan naik ke level 2,8 persen.
Sementara itu, Direktur ADB untuk Indonesia Winfried Wicklein menekankan berbagai kebijakan harus terkoordinasi dengan baik agar pemulihan dapat terjadi dengan cepat dan inklusif. “Prioritas kebijakan harus konsisten dan terkoordinasi disertai keseimbangan antara perlindungan nyawa, mata pencaharian, memulai kembali kegiatan usaha secara aman,” tegasnya.