REPUBLIKA.CO.ID,Di halaman Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Ahmad, Pekanbaru, Riau, terbujur jenazah dr Oki Alfin di dalam peti. Kepala Puskesmas Gunung Sahilan, Kabupaten Kampar, itu dishalatkan para jamaah yang berdiri dalam shaf-shaf renggang. Isak tangis terdengar di sana.
Oki menjadi salah satu dari ratusan dokter yang gugur akibat Covid-19. Hingga 13 September 2020, sudah ada 115 dokter meninggal dunia dan 48 perawat yang wafat akibat virus ganas itu. Padahal, tenaga mereka amat dibutuhkan dalam kondisi kritis seperti sekarang.
Betapa sulit menjadi dokter dan perawat pada situasi saat ini. Nyawa mereka dipertaruhkan sebagai garda terdepan dalam pertempuran melawan korona. Mereka mungkin lupa rasa bercengkrama dengan keluarga demi para pasien yang mungkin baru saja mereka kenal. Hanya Allah Ta’ala yang mampu membalas keteguhan mereka dalam menghadapi pertempuran enam bulan melawan wabah ini.
Semoga energi mereka Allah lebihkan seperti yang diberikan kepada para nabi ketika menjadi pelopor dakwah. Allah memuliakan mereka dengan ujian-ujian yang berat. Mereka pun sungguh tegar melalui jalan yang mengancam diri dan keluarga.
“Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, tidak lesu, dan tidak (pula) menyerah kepada musuh (QS Ali Imran: 146).”
Untuk sedikit memberikan dukungan kepada para tenaga medis dan semua yang sedang berjuang di garda terdepan perang melawan Covid-19, mari kita membuka kembali petuah bijak dari Syekh Ibnu ‘Atha’illah Al Iskandary yang diterjemahkan dan disarikan Mahaguru para ulama nusantara, KH Sholeh Darat. Syekh ibnu A’tha’illah berkata, “Jika engkau ingin mengetahui kedudukanmu di sisi-Nya, perhatikan di mana Dia menempatkanmu.”
Perjalanan hidup seseorang tak lepas dari takdir Allah SWT yang patut disyukuri dalam setiap jejak. Siapa pun dia, apa pun profesinya, dengan berpeluh ikhtiarnya, dia tak pernah akan bisa terlepas dari takdir Allah SWT. Tidak terkecuali para tenaga medis yang kini sedang berjihad di jalan Allah.
“Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, tidak lesu, dan tidak (pula) menyerah kepada musuh (QS Ali Imran: 146).”
Syekh Ibnu ‘Atha’illah menjelaskan, bagaimana kedudukan kita di sisi Allah tak bisa terlepas dari posisi kita sekarang. Jika ditempatkan dalam ketaatan, kita akan menjadi orang yang bahagia. Segala amal kita pun akan diterima. Meski demikian, sang syekh mengungkapkan, jika ketaatan pun tak lepas dari rahmat Allah SWT. “Bersyukurlah kepada-Nya dan sadarilah bahwa engkau bukan orang yang ahli berbuat ketaatan jika tidak ada pemberian dan pertolongan dari-Nya. “
Begitulah Allah mengatur kehidupan. Dia meletakkan tenaga medis pada posisi yang begitu mulia seperti sekarang. Mereka berikhtiar dalam ketaatan untuk menolong nyawa manusia. Karena sesungguhnya Allah Ta’ala amat menghargai nyawa setiap manusia.
“…Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS al-Maidah: 32).
Kemuliaan yang dinikmati para tenaga medis akan terbawa bukan hanya di dunia, melainkan juga di akhirat. Mereka yang gugur dalam menjalankan tugas akan menikmati status syahid di mata Allah SWT, gugur sebagai syuhada. Ada lima kategori mati syahid yang disebutkan oleh Nabi Muhammad SAW, yakni disebabkan wabah (//al-math'un//), sakit perut (//al-mabthun//), karam atau tenggelam (//al-ghariq//), tertimpa tanah runtuh (//shahibul hadm//), dan syahid dalam perang di jalan Allah (HR Bukhari dan Muslim).
Kita berdoa tim medis dan semua pahlawan di garda depan yang gugur melawan korona masuk dalam kategori orang yang berjuang di jalan Allah dan wafat karena wabah.
Meski demikian, kita juga wajib mengingatkan jika itu semua adalah tanda-tanda husnul khatimah. Jadi, belum dipastikan jika mereka yang gugur di jalan Allah bisa menikmati husnul khatimah dan masuk ke dalam surga. Niat seseorang dalam menjalankan sebuah amal amat memengaruhi statusnya kelak saat menghadap Allah SWT.
Pada Perang Uhud, tersebutlah salah seorang mujahid yang gugur di jalan Allah. Dialah Qotzman. Meski demikian, Rasulullah SAW bersabda jika dia termasuk penghuni neraka karena sebelum berangkat perang, dia telah berkata, "Demi Allah, aku berperang bukan karena agama, melainkan hanya sekadar menjaga kehormatan Madinah agar tidak dihancurkan kaum Quraisy. Aku berperang hanyalah untuk membela kehormatan kaumku."
Pada petuah hikmah lainnya, sang syekh berujar, “Agar ujian terasa ringan, harusnya engkau mengetahui bahwa Allahlah yang memberimu ujian. Dzat yang menetapkan beragam takdir atasmu adalah Dzat yang membiasakanmu merasakan sebaik-baiknya pilihan-Nya.”
Di sinilah hati kita bisa terhibur saat menghadapi ujian. Syekh Ibnu 'Atha'illah menjelaskan, Allah selalu berbuat baik ketika Dia memberi cobaan berupa sakit, miskin, atau mencabut nyawa orang yang kita cintai. Karena itu, yang benar dan lebih baik kita lakukan adalah sabar dalam menyikapi dengan baik untuk melalui cobaan itu. Ujian Allah kepada hamba-Nya tidak lepas dari rasa kasih-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Tidakkah belas kasih Allah pun lebih besar ketimbang kasih sayang ayah kepada putranya?
"Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman." (QS al-Ahzab: 43).