REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Tim Kuratif Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur dr. Joni Wahyudi mengungkapkan alasan mengusulkan perubahan definisi kematian pasien Covid-19 kepada Kementerian Kesehatan. Menurutnya, perlu adanya pelurusan mengenai pemberian status kematian tersebut. Ia berpendapat harus ada perbedaan klasifikasi meninggal dunia seperti standar badan kesehatan dunia (WHO).
"Usulan kita kalau melihat di pengisian sistem online Kementerian Kesehatan, jadi angka kasus bukan berdasarkan rantai kasus sesuai WHO, namun kriteria saat Covid-19 pasien meninggal ini dicap negatif, probable dan confirm," ujar Joni, di Surabaya, Senin (22/9).
Pedoman WHO yang ditunjukkan Joni, dokter mencatat sejak awal penyebab pasien meninggal mulai masuk kategori suspect. Gejala yang dirasakan direkam, termasuk memastikan penyakit penyertanya. Kemudian dipastikan ada pneumonia atau tidak, barulah ditentukan menentukan penyebab kematiannya.
“Definisi kematian karena Covid-19 untuk tujuan pengawasan sebagai kematian yang kompatibel secara klinis dalam kasus Covid-19 yang suspect atau probable," ujarnya.
Dirut RSUD dr. Soetomo itu memandang pasien suspect tidak selalu kematiannya dikatakan karena Covid-19. Sebab, suspect masih perlu pemeriksaan laboratorium, seperti tes klinisnya, toraks fotonya, riwayat kontaknya dengan pasien terkonfirmasi, hingga gejalanya.
Pasien berstatus suspect maupun terkonfirmasi baru bisa dikatakan meninggal dunia karena Covid-19 jika disebabkan gagal nafas. Namun, bila ada penyebab kematian lainnya tidak dapat dikaitkan dengan Covid-19.
Ia mencontohkan pasien kecelakaan, saat dites swab positif Covid-19, kemudian meninggal dunia. Tidak bisa pasien tersebut dikatakan meninggal dunia akibat Covid-19. "Harusnya bukan (masuk kematian akibat) Covid-19," kata dia.
Kondisi yang sama juga terjadi pada penyakit lainnya. Misalkan kanker kronis kemudian meninggal dunia. Setelah di tes swab juga hasilnya positif Covid-19. "Ini bukan Covid-19. Tapi karena kanker. Ini harus dihitung secara independen yang diduga memicu perjalanan Covid-19,” ujarnya.
Kewenangan untuk menghitung itu, kata Joni, menjadi kewajiban dokter di rumah sakit yang menangani pasien. Menurutnya harus dibedakan ada pasien positif virus korona yang meninggal karena komorbidnya. Ada pula yang meninggal karena Covid-19.