REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI Aboebakar Alhabsyi meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin menjelaskan soal penyebutan nama Burhanuddin dalam rencana aksi (renaksi) Jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam skandal kasus Djoko Tjandra. Permintaan itu dilontarkan dalam rapat bersama Komisi III DPR RI, Kamis (24/9).
Dalam surat dakwaan dalam sidang yang digelar Pengadilan Tipikor Rabu (23/9) kemarin, terungkap ada 10 poin dalam renaksi atau action plan Pinangki. Aboebakar menyoroti bahwa di renaksi itu ada dua nama besar, yaitu eks Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali dan nama Jaksa Agung ST Burhanuddin.
"Saat ini kesempatan yang bagus untuk bapak untuk menjelaskan memberikan kejelasan dan klarifikasi ini sebaik mungkin. Saya minta kepada bapak menjelaskan hal tersebut," kata Aboebakar.
Rapat yang digelar secara daring itu juga terkendali padam listrik yang terjadi beberapa kali. Namun, dalam paparan kerja sebelumnya, Burhanuddin sempat menjelaskan soal perkembangan kasus Pinangki, tanpa menyinggung penyebutan nama Burhanuddin.
"Rabu Kemarin telah dibacakan dakwaan atas nama Pinangki di pengadilan Tipikor Jakpus atas nama Pinangki di pengadilan Tipikor oleh JPU. Sedangkan untuk JST dan AIJ masih dalam proses proses penyidikan. Dalam waktu dekat akan kami serahkan untuk ke tahap satunya," kata Burhanuddin.
Untuk diketahui, Pada sidang perdana terdakwa Jaksa Pinangki di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (23/9), terungkap dua nama identik dengan Jaksa Agung, dan Hakim MA. Dua nama itu, yakni Burhanuddin, dan Hatta Ali. Nama terakhir, adalah mantan Ketua MA yang pensiun pada 7 April 2020 lalu.
Dua nama itu, terungkap dalam dakwaan, terkait pembeberan rencana Pinangki, bersama tersangka Andi Irfan Jaya, dalam penawaran proposal pembebasan Djoko Tjandra via fatwa MA. Proposal berjudul action plan tersebut, diajukan Pinangki, dan dijelaskan Andi Irfan kepada Djoko Tjandra dengan penawaran senilai 100 juta dolar AS (atau sekitar Rp 1,5 triliun).
Penawaran proposal itu, diajukan Pinangki, dan Andi Irfan, pada November 2019. Namun, negosiasi diantara ketiganya, menghasilkan kepastikan nilai proposal di angka 10 juta dolar, atau sekitar Rp 150 miliar.
Di persidangan, terungkap ada sepuluh tahap proses action plan tersebut. Di beberapa tahap itulah, nama Burhanuddin, dan Hatta Ali terungkap. Namun, dalam dakwaan, tidak disebutkan jabatan detail Burhanuddin dan Hatta Ali. Burhanudin hanya disebutkan sebagai pejabat di Kejakgung, sementara Hatta Ali disebutkan sebagai pejabat di MA.