Jumat 25 Sep 2020 05:20 WIB

Studi: Tenaga Medis Rawan Alami Depresi Saat Pandemi

Studi temukan perawat paling rentan kena depresi dan kecemasan selama pandemi Covid

Rep: Rizky Surya/ Red: Christiyaningsih
Petugas medis berjalan di Roma saat Italia tengah dilanda virus corona. Studi temukan perawat paling rentan kena depresi dan kecemasan selama pandemi Covid-19. Ilustrasi.
Foto: Angelo Carconi/EPA
Petugas medis berjalan di Roma saat Italia tengah dilanda virus corona. Studi temukan perawat paling rentan kena depresi dan kecemasan selama pandemi Covid-19. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Universitas Puteri Noura binti Abdulrahman di Arab Saudi mengadakan penelitian dampak psikologi yang timbul dari pandemi Covid-19. Hasilnya menunjukkan gejala depresi dan kecemasan timbul dengan tingkatan berbeda, khususnya pada perempuan.

Tim peneliti Deemah Alateeq mengatakan penelitian dilakukan pada Maret lalu ketika kasus Covid-19 pertama kali ditemukan di Saudi hingga diputuskan lockdown. Tujuan penelitian mengungkap kondisi psikis macam-macam orang yang jadi subjek penelitian.

Baca Juga

Terdapat tiga sampel penelitian yaitu para tenaga kesehatan, orang-orang yang mengalami karantina, dan siswa dari berbagai jenjang pendidikan. Ditemukan bahwa depresi dan kecemasan adalah hal lumrah dialami tenaga medis dan orang yang dikarantina.

"Namun tingkat depresi dan kecemasannya berbeda dari yang ringan hingga parah," kata Alateeq dilansir Arab News pada Kamis (24/9).

Para siswa yang diteliti juga mengalami stres dengan kadar sedang hingga tinggi selama pandemi. Dari semua sampel, perempuan cenderung menunjukkan tingkat kecemasan dan depresi lebih tinggi dari pria.

"Ada banyak alasan untuk ini. Bisa karena perbedaan biologis pria dan perempuan dan perempuan cenderung mengekspresikan emosinya ketimbang pria," ujar Alateeq.

Alateeq juga mendapati temuan bahwa perawat menunjukkan tingkat kecemasan dan depresi lebih tinggi ketimbang tenaga medis lainnya seperti dokter, petugas farmasi dan petugas administrasi rumah sakit. "Ini terjadi karena menurut saya tuntutan mereka (perawat) lebih tinggi ketimbang tenaga medis lain," ucap Alateeq.

Alateeq menyebut hasil penelitiannya tak banyak berbeda dari jenis penelitian serupa di negara lain selama pandemi. "Sungguh menarik bahwa temuan kami serupa dengan penelitian sejenis di Italia, China, Inggris," sebut Alateeq.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement