REPUBLIKA.CO.ID, oleh Agung Sasongko*
Apes betul Aster Vranckx, pesepakbola 17 tahun. Pemain yang membela klub Mechelen ini ramai diledek, dimaki, dan di-bully habis-habisan di sosial media. Itu terjadi, lantaran yang pemain gagal memanfaatkan peluang 100 persen gol pada laga berhadapan dengan KV oostende belum lama ini.
Dalam posisi tinggal menceploskan bola ke gawang yang tak terkawal, Varnckx malah terjatuh. Pemain lawan pun menyapu bola hingga menyelamatkan klubnya dari kebobolan. Jatuhnya Vranckx dianggap sebagai kegagalan terburuk dalam sejarah sepakbola begitu tulis sejumlah harian di Eropa. Belum lagi, komen netizen soal kejadian tersebut.
Sepenggal kisah Vranckx, atau mungkin pemain lainnya yang senasib merupakan secuil daya tarik dari sepak bola. Seandainya saja tidak ada bumbu macam kisah Vranckx bisa jadi sepak bola bukanlah olahraga favorit sejagat. Mantan penyerang Liverpool dan Manchester United, Michael Owen punya komentar menarik soal ini. Menurutnya, keindahan sepak bola adalah munculnya komentar-komentar yang kadang benar dan lebih banyaknya sarat emosi. Jadi tak heran, setiap laga punya kisahnya sendiri.
Komentar Lionel Messi untuk mundur dari Barcelona bikin gempar misalnya. Beragam analisis dan spekulasi meledak bak gunung meletus. Messi muncul menjadi halaman depan media olahraga. Belum lagi media sosial yang makin ramai. Padahal untuk keluar dari Barcelona sang klub harus membayar 300 juta Euro sementara kontrak Messi baru berakhir 2021.
Masih ingat cerita soal Mario Balotelli. Pemain penuh talenta namun kontroversial ini, memiliki banyak cerita yang mungkin bikin geleng-geleng kepala. Pesepakbola asal Italia ini pernah menginjak kepala Scott Parker. Lalu sempat bermain kembang api hingga kebakaran.
Banyak yang bersimpati pada kelakuannya. Namun, lebih banyak lagi yang melontarkan cibiran pedas. Saking sering dikomentari hingga Balo, sapaan akrabnya ini meresponsnya dengan tulisan "Why Always Me". Tulisan ikonik itu seolah menggambarkan guratan emosi sang pemain yang meledak. Emosi yang sebenarnya hanya ingin didengarkan bukan untuk mendengarkan.
Terbaru, dua pemain muda Inggris, Mason Greenwood dan Phil Foden kedapatan membawa perempuan ke dalam hotel. Keduanya dinilai melanggar protokol kesehatan yang berlaku. Akibatnya, pelatih armada Tiga Singa, Gareth Southgate mencoretnya dari daftar skuat. Belum selesai hukuman, Greenwood kembali berulah dengan menghirup gas balon. Lagi-lagi, pemain jebolan akademi United ini minta maaf.
Sementara itu, legenda sepak bola Denmark Brian Laudrup mengungkap telah terbebas dari kanker setelah berjuang selama 10 tahun. "Hari ini, setelah 10 tahun menjalani perawatan dan pemeriksaan, akhirnya saya mendapatkan hasil yang jelas untuk diagnosis kanker Limfoma Folikuler saya," kata Laudrup di Instagram pribadinya, Selasa (15/9).
Legenda sepak bola berusia 51 tahun itu didiagnosis menderita Limfoma Folikuler, bentuk kanker darah yang tumbuh lambat, satu dekade lalu. "Terima kasih banyak untuk staf medis yang menakjubkan dan luar biasa di Rigshospitalet ini," kata Laudrup.
Entah apa lagi kejadian menarik sepanjang musim ini. Pastinya, harapan agar segala sesuatunya kembali normal tentu keinginan semua orang. Ekspresi penonton dan pemain bisa kembali menyatu dalam laga sepak bola. Gimmick yang bikin geleng-geleng kepala menjadi bumbu penyedap. Pelatih Leeds United, Marcelo Bielsa punya perspektif menarik soal itu. Baginya, statistik sebuah pertandingan bukanlah patokan karena setiap laga memiliki cerita berbeda.
Namun, saat ini sepak bola fokus menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Beradaptasi dengan situasi yang juga akan menelurkan cerita berbeda. Tentu kedisplinan dalam menerapkan protokol kesehatan merupakan satu-satunya cara yang efektif untuk saat ini.
*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id