Rabu 30 Sep 2020 14:29 WIB

PP Muhammadiyah Minta Pemerintah Tinjau Kembali Pilkada

Penundaan pilkada bisa menjadi skala prioritas pemulihan menangani dampak Covid-19.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Esthi Maharani
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Busyro Muqoddas
Foto: Republika/ Wihdan
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Busyro Muqoddas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah bidang Hukum, Busyro Muqoddas meminta dilakukan peninjauan kembali terhadap keputusan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. PP Muhammadiyah telah mengirimkan surat terkait penundaaan pilkada kepada pemerintah, tetapi akhirnya pemungutan suara tetap digelar pada 9 Desember 2020.

"Ketika kami kirim surat kepada pemerintah, pemerintah belum mengambil sikap, tetapi setelah NU (Nahdlatul Ulama) juga sudah mengambil sikap yang sama dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah bersama yang lain, justru pemerintah mengambil keputusan untuk tetap kekeuh mengadakan Desember nanti, perlu ditinjau ulang," ujar Busyro dalam diskusi publik virtual, Rabu (30/9).

Ia mengatakan, sambil meninjau ulang keputusan tersebut, karena tekanan publik berbasis kekuatan moral, maka penundaan pilkada bisa menjadi skala prioritas pemulihan menangani dampak Covid-19. Menurut Busyro, pilkada sebagai pemenuhan hak dasar rakyat untuk memperoleh pelaksanaan yang jujur, adil, bebas, terbuka, dan aman.

Aman dari tekanan, manipulasi, dan ancaman, termasuk ancaman keselamatan jiwa. Sementara, Pilkada 2020 dilaksanakan di tengah risiko penularan Covid-19 yang tinggi, angka kematian meningkat, menyusul dampak sosial, ekonomi, serta pendidikan yang tidak terkendali dengan profesional.

Busyro menyebutkan, kebutuhan mendasar rakyat ini ialah kesehatan dan keselamatan jiwa daripada pelaksanaan Pilkada 2020. Selain itu, rakyat juga harus terhindar dari bentrok konflik horizontal, sedangkan kondisi pandemi harus menghindari interaksi fisik dan kerumunan massa.

"Dari pemilu ke pemilu, pilkada ke pilkada, kita semuanya mengikuti secara terbuka, tidak mungkin tidak ada bentrok," kata dia.

Di sisi lain, lanjut Busyro, apabila pilkada ditunda, maka negara bersama masyarakat sipil dapat menggencarkan pendidikan politik rakyat. Menurut dia, masyarakat sudah lama tidak mendapatkan pendidikan politik.

"Masyarakat kita ini lama sekali tidak mengalami pendidikan politik. Oleh karena itu, jika ditunda maka kita selaku unsur masyarakat sipil, wartawan, media sosial, dan segala macam itu, justru berkesampatan untuk melakukan pendidikan politik kepada rakyat," tutur dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement