Kamis 01 Oct 2020 05:26 WIB

Tegakkan Prokes di Pilkada, Pakai UU Karantina Kesehatan

PKPU ini membelenggu Satgas Covid-19 dan polisi dalam penindakan hukum di Pilkada

Rep: Rizky Surya/ Red: Hiru Muhammad
Spanduk sosialisasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang terpasang di kawasan Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Senin (28/9).Meskipun banyak desakan dari sejumlah organisasi dan kalangan masyarakat untuk menunda Pilkada karena dikhawatirkan dapat menjadi klaster penularan Covid-19, Pilkada serentak yang diadakan di 270 daerah di Indonesia itu akan tetap dilaksanakanan pada 9 Desember 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Spanduk sosialisasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang terpasang di kawasan Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Senin (28/9).Meskipun banyak desakan dari sejumlah organisasi dan kalangan masyarakat untuk menunda Pilkada karena dikhawatirkan dapat menjadi klaster penularan Covid-19, Pilkada serentak yang diadakan di 270 daerah di Indonesia itu akan tetap dilaksanakanan pada 9 Desember 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ahli Hukum Tata Negara Margarito Kamis menyarankan kepolisian agar menerapkan protokol kesehatan (prokes) selama Pilkada 2020 memakai Undang-Undang (UU) Nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan. Aturan itu bisa menjadi dasar polisi menindak tegas siapapun yang melanggar prokes, termasuk pasangan calon (paslon) peserta Pilkada.

Margarito menyoroti penerapan prokes dalam Pilkada akhirnya diatur dalam Peraturan KPU (PKPU). Sehingga pada dasarnya, PKPU ini membelenggu Satgas Covid-19 dan polisi dalam penindakan hukum selama tahapan Pilkada.

"Nah ini diatur dalam PKPU, siapa yang menegakkan? dalam pemilu, satgas, polisi tidak bisa tindak. Ditindak oleh Bawaslu ini. Polisi hanya bekerja kalau kasusnya masuk ke Gakumdu (Sentra Penegakan Hukum Terpadu), tidak bisa di luar itu," kata Margarito Rabu (30/9).

Tetapi menurutnya polisi tak bisa angkat tangan begitu saja ketika pelanggaran prokes berlangsung selama Pilkada. Polisi bisa memakai aturan lain untuk memberi sanksi pelanggar prokes demi terjaminnya keselamatan masyarakat.

"Karena sudah ada UU Karantina Kesehatan, aturannya protokol kesehatan ada disana. Yang penting ada pernyataan PSBB, kalau ada yang langgar maka gunakan UU karantina kesehatan. Sanksinya ada kok disana," ujar pria asal Kota Ternate itu.

Atas dasar itu, Margarito menilai aturannya sudah cukup memadai dalam penerapan prokes kala Pilkada. Yang jadi masalah berikutnya ialah seberapa jauh komitmen untuk menerapkannya. Apalagi ajang Pilkada selalu identik dengan tarik menarik kepentingan.

"Perangkat hukum sudah cukup, pakai saja UU Karantina Kesehatan. Tapi khusus soal pemilu yang nindak adalah Bawaslu tidak di luar itu siapa pun itu. Kalau UU Karantina Kesehatan bisa polisi ambil kewenangan. Satpol PP enggak bisa kecuali diatur dalam Perda," jelas Margarito.

Pilkada serentak tahun ini diadakan di 270 daerah dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. PKPU Nomor 13 Tahun 2020 tentang pelaksanaan pilkada dalam kondisi bencana nonalam Covid-19 menyebutkan, pertemuan terbatas serta pertemuan terbuka dan dialog diupayakan melalui media sosial atau daring. Jika tidak bisa dilaksanakan secara daring, pelaksanaannya boleh melalui tatap muka.

Namun, pertemuan tatap muka tersebut harus dilaksanakan dengan mematuhi protokol kesehatan yang tercantum dalam PKPU Nomor 13/2020. Jika KPU sepenuhnya melarang pertemuan terbatas serta pertemuan terbuka dan dialog dilakukan secara fisik, maka akan melanggar undang-undang.

Dalam Pasal 58 PKPU Nomor 13/2020 menyebutkan, pelaksanaan kampanye yang dilaksanakan secara tatap muka, harus mematuhi protokol kesehatan dengan menyediakan sarana sanitasi berupa air mengalir, sabun, atau hand sanitizer. Peserta kampanye dibatasi maksimal 50 orang.

Setiap peserta wajib menerapkan jaga jarak dan menegenakan alat pelindung diri paling kurang berupa masker yang menutupi hidung dan mulut hingga dagu. Sementara itu, kampanye akan dimulai 26 September sampai 5 Desember, selama 71 hari.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement