Kamis 01 Oct 2020 15:14 WIB

Proud Boys Disinggung dalam Debat Capres AS, Siapa Mereka?

Kelompok Proud Boys jadi perbincangan setelah komentar Trump dalam debat capres

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Anggota Antifa (kiri) dan Proud Boys (kanan) tengah berdebat di Washington DC.
Foto: EPA
Anggota Antifa (kiri) dan Proud Boys (kanan) tengah berdebat di Washington DC.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kelompok Proud Boys menjadi banyak perbincangan setelah komentar Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dalam debat pertama menuju pemilihan November mendatang. Kelompok ini berkaitan erat dengan supremasi kulit putih yang menjadi tema debat tersebut.

Proud Boys didirikan selama pemilu AS pada 2016 oleh salah satu pendiri Vice Media dan aktivis sayap kanan Kanada-Inggris, Gavin McInnes. Setelah pendirian kelompok tersebut, McInnes justru  menjauhkan diri dari kelompok tersebut karena perbedaan nilai yang didukung. Dia menginginkan kelompok mendorong nilai dari orang Barat sedangkan kelompok ini justru mendorong nilai dari ras.

Baca Juga

McInnes menggugat organisasi tersebut atas penunjukan kebencian pada Februari 2019 dengan mengatakan bahwa organisasi itu sengaja menipu dan dimaksudkan untuk merusak reputasinya. Kasus ini masih berlangsung dan pengacara kedua belah pihak tidak segera menanggapi permintaan komentar.

Nama yang diambil dari lagu Proud of Your Boy dari musikal Disney Aladdin ini dilaporkan sebagai kelompok ekstremis yang terkait dengan nasionalisme kulit putih pada akhir November 2018. Namun, lembaga ini meralat dengan menyatakan beberapa anggotanya saja yang bisa menjadi ancaman.

Menurut Anti-Defamation League (ADL), grup tersebut kemungkinan memiliki beberapa ratus anggota. Cabangnya tersebar di sebagian besar negara bagian AS dan beberapa negara lain seperti Kanda, Inggris, dan Australia. Organisasi nirlaba, Southern Poverty Law Center, menyebut Proud Boys sebagai kelompok kebencian pada 2018.   

Kelompok yang anggotanya multiras dan laki-laki, telah diseret karena retorika misoginis, anti-Muslim, dan anti-imigran oleh para pendukung yang mendukung ekstremisme. Mereka menggambarkan diri mereka sebagai klub khusus laki-laki dari "chauvinis Barat" yang menolak meminta maaf karena telah menciptakan dunia modern.

ADL menyatakan anggota kelompok itu cenderung menganut ideologi yang menolak supremasi kulit putih terang-terangan tetapi menganut chauvinisme. Chauvinisme dapat diartikan sebagai suatu pemahaman yang menaruh kecintaan berlebihan pada suku dan bangsa sendiri. Kondisi ini mendorong fanatisme sehingga tidak mempertimbangkan tentang pandangan dan penilaian orang lain.

Organisasi tersebut mengagungkan kekerasan politik terhadap kaum kiri, bahkan McInnes secara terang-terangan memproklamasikannya. "Saya ingin kekerasan, saya ingin meninju wajah. Saya kecewa pada pendukung Trump karena tidak cukup memukul," ujarnya pada Oktober 2018 dikutip dari The Guardian.

Proud Boys juga menentang feminisme dan mempromosikan stereotip gender dengan menyatakan perempuan tunduk pada laki-laki. Meski begitu, organisasi ini memiliki sayap gerakan perempuan bernama Proud Boys' Girls yang mendukung ideologi sama. Beberapa pria yang tidak berkulit putih telah bergabung dengan Proud Boys dengan alasan tertarik oleh advokasi organisasi untuk pria, pendirian anti-imigran, dan tawaran kekerasan.

Pembahasan Proud Boys kembali naik setelah moderator debat pemilihan presiden AS, Chris Wallace, bertanya kepada Trump tentang kesediaannya mengutuk supremasi kulit putih dan kelompok milisi. Wallace juga meminta Trump untuk memberi tahu agar mereka mundur dan tidak menambah kekerasan selama protes baru-baru ini di kota-kota AS seperti Portland, Oregon dan Kenosha, Wisconsin.

Trump setuju untuk melakukan itu dengan bertanya, "Siapa yang Anda ingin saya kutuk?" Biden menyela: "Proud Boys." Kemudian dia pun meminta agar kelompok itu mundur dan menunggu, dengan artian yang ambigu, sehingga membuat beberapa pihak termasuk kelompok itu merasa mendapatkan dukungan.

sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement