REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Peraturan Presiden (Perpres) nomor 98 tahun 2020 tentang gaji dan tunjangan Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja atau PPPK, telah terbit pada tanggal 28 September 2020. Lahirnya Perpres ini sangat ditunggu oleh 51.293 tenaga honorer yang telah dinyatakan lulus sebagai PPPK sejak bulan Januari 2019 yang lalu, tapi tidak mendapatkan hak-haknya sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 49 tahun 2018 tentang manajemen PPPK.
Menurut Anggota Fraksi PKS DPR RI dari Komisi II Teddy Setadi, pasal 2 ayat 2 Perpres 98 tahun 2020 dijelaskan bahwa PPPK atau tenaga honorer akan mendapatkan gaji yang besarannya berdasarkan golongan dan masa kerja. Dalam lampiran Perpres ini dijelaskan gaji terendah yang diterima PPPK yaitu Rp 1.794.000, sedangkan yang tertinggi mencapai Rp 6.786.500.
Selain itu, kata dia, dalam pasal 4 Perpres ini juga dijelaskan bahwa selain gaji pokok, PPPK juga mendapatkan tunjangan yang setara dengan PNS pada institusi tempat mereka bekerja meliputi tunjangan keluarga, tunjangan pangan, tunjangan jabatan struktural, tunjangan jabatan fungsional dan tunjangan lainnya.
“PKS menilai Perpres 98 tahun 2020 ini lahirnya sangat lambat, sehingga 51.293 tenaga honorer yang dinyatakan lulus sejak bulan Januari 2019, nasibnya terkatung-katung penuh ketidakpastian selama 18 bulan," ujar Teddy dalam siaran persnya, Senin (5/10).
Seharusnya, kata dia, setelah PP 49 tahun 2018 diterbitkan pada tanggal 28 November 2018, pemerintah langsung menerbitkan Perpres terkait gaji dan tunjangan PPPK ini. Sehingga, begitu mereka dinyatakan lulus, mereka dapat diberikan hak-hak sebagaimana dijanjikan oleh pemerintah.
Setelah lahirnya Perpres 98 tahun 2020 ini, menurut Teddy, PKS berharap kepada Pemerintah untuk memberikan rapel gaji dan tunjangan kepada PPPK yang dinyatakan lulus terhitung sejak bulan Januari 2019 sampai dengan saat ini, karena itu merupakan hak mereka.
Agar, kata dia, setiap tahun pemerintah dan pemerintah daerah, wajib melakukan penerimaan / pengangkatan PPPK secara massif dengan pertimbangan utama yaitu masa kerja dan pendidikan. Hal ini diperlukan sehingga status para tenaga honorer yang telah bekerja dengan baik selama bertahun-tahun memiliki kejelasan status.
Anggota DPR RI dari daerah pemilihan Kota Bandung dan Kota Cimahi ini menambahkan pada prinsipnya ini dapat segera dilaksanakan, tergantung good will dari pemerintah. Karena dari 677,2 triliun dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) realisasinya sampai 30 September 2020 sebesar 45,5 persen.
Artinya, kata dia, pemerintah masih punya ruang fisikal yang luas untuk membantu pemulihan ekonomi masyarakat kecil yang paling terkena dampak covid 19, termasuk para tenaga honorer dan PPPK.
“Pemerintah dan pemerintah daerah harus benar-benar melakukan perencanaan dan tata kelola penerimaan tenaga honorer sebagaimana diatur dalam PP 49 / 2018, sehingga jumlahnya dapat lebih dikontrol secara proporsional sesuai kemampuan keuangan negara dan daerah," paparnya.