Selasa 06 Oct 2020 00:46 WIB

Berkas Suap Red Notice Tunggu Praperadilan Tersangka Napoleo

Praperadilan ajuan salah satu tersangka, Irjen Napoleon, akan ‘putus’ Selasa (6/10).

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus Yulianto
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Ali Mukartono
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Ali Mukartono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) belum menyatakan kelengkapan berkas perkara dugaan suap penghapusan red notice terpidana Djoko Tjandra. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Ali Mukartono menerangkan, ada kemungkinan penundaan status lengkap pemberkasan (P-21) kasus tersebut, menunggu putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Praperadilan ajuan salah satu tersangka, Irjen Napoleon Bonaparte, akan ‘putus’ pada Selasa (6/10).

“Kayaknya, nunggu putusan praperadilan. Saya nggak tahu, tetapi saya dapat info seperti itu,” kata JAM Pidsus Ali Mukartono, di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, Jakarta, Senin (5/10). 

Kata Ali, sampai saat ini, dirinya sebagai pemimpin di JAM Pidsus, belum mendapatkan laporan dari tim jaksa peneliti, soal status kelengkapan berkas perkara suap red notice yang ditangani Bareskrim Polri. 

Ali mengatakan, sebetulnya, terkait proses kelengkapan berkas perkara red notice, tak perlu menunggu hasil praperadilan. Sebab, kata dia, praperadilan yang diajukan tersangka Napoleon, tak menjadikan kejaksaan sebagai pihak termohon. 

Dalam praperadilan yang diajukan oleh tersangka Napoleon, menjadikan Bareskrim sebagai termohon spesifik. “Yang dipraperadilankan polisi, bukan kita (kejaksaan). Jadi sebetulnya, nggak ada urusannya,” ujarnya Ali.

Karena itu, Ali pun meminta, agar tim jaksa peneliti segera merampungkan status pemberkasan perkara korupsi red notice tersebut. “Tetap jalan saja. Kalau memenuhi syarat, P-21 (dinyatakan lengkap). Kalau nggak, tinggal kordinasikan dengan kepolisian,” ujar Ali. 

Namun, Ali memastikan, sampai saat ini, belum ada laporan resmi dari tim jaksa peneliti di divisi penuntutannya, terkait status lengkap berkas perkara red notice tersebut. “Saya belum tahu (dilaporkan), apakah memang menunggu (praperadilan), atau nggak,” ucap Ali.

Dugaan suap penghapusan red notice terpidana Djoko Tjandra ada dalam penyidikan di Bareskrim. Kasus tersebut, salah satu cabang pengungkapan skandal hukum terpidana korupsi Bank Bali 1999 tersebut. Dalam kasus red notice itu, kepolisian menetapkan empat orang tersangka. Dua di antaranya, yakni dua jenderal aktif, Irjen Napoleon yang pernah menjabat sebagai Kadiv Hubinter Mabes Polri, dan Brigjen Prasetijo Utomo sebagai Kakorwas PPNS Mabes Polri. 

Dua jenderal itu, masing-masing dituding menerima suap senilai Rp 7 miliar dalam bentuk pecahan dolar AS dan Singapura, juga 20 ribu dolar (Rp 296 juta) untuk menghapus red notice Djoko Tjandra dalam daftar buronan interpol, dan sistem imigrasi. Uang tersebut, diberikan oleh Djoko Tjandra saat masih buronan, lewat perantara rekannya sesama pengusaha, yakni Tommy Sumardi yang juga dinyatakan sebagai tersangka. Selama proses penyidikan tersebut, Irjen Napoleon mengajukan praperadilan ke PN Jaksel.

Sidang praperadilan sudah dimulai sejak Senin (28/9). Pada pokoknya tersangka Napoleon meminta pengadilan mengabulkan permohonan pencabutan status tersangka. Napoleon juga meminta pengadilan memerintahkan kepolisian menghentikan penyidikan terkait dugaan suap red notice. Napoleon dalam persidangan meyakini, penyidik di Bareskrim tak punya alat bukti, dan melakukan proses cacat prosedural dalam penetapannya sebagai tersangka penerima suap. 

Pada Selasa (6/10), Hakim Suharno, sebagai pengadil tunggal praperadilan akan memutuskan perkara singkat tersebut. 

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement