REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kantor Staf Presiden (KSP) menyambut baik pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU) pada Senin (5/10) sore. Tenaga Ahli Utama KSP, Donny Gahral Adian, menyarankan pihak yang tidak puas menggunakan mekanisme konstitusional.
"Kalau ada yang merasa tidak puas, ya kan ada mekanisme konstitusional yaitu judicial review dan pemerintah siap menghadapi itu," ujar Donny, Senin (5/10).
Donny mengakui, bahwa pengesahan UU Cipta Kerja memang tidak akan memuaskan semua pihak. Namun menurutnya, aturan ini dibuat sebagai solusi atas kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap lapangan kerja yang lebih luas.
"UU itu adalah hasil proses politik di parlemen. Yang melibatkan semua kekutan politik yang ada. Juga bersama pemerintah artinya itu sebuah titik temu dari berbagai kepentingan dan itu hasil maksimal yang bisa dicapai saat ini," kata Donny.
UU Cipta Kerja, menurutnya, dibuat demi memperbaiki ekosistem investasi. Investasi yang lebih banyak inilah, menurutnya, yang pada akhirnya akan menyerap lebih banyak tenaga kerja lokal. Apalagi di masa pandemi seperti ini, saat semakin banyak masyarakat yang butuh lapangan kerja.
Pengesahan UU Cipta Kerja hari ini juga bukan akhir. Donny menyebutkan, aturan turunan masih perlu dibuat oleh lintas kementerian yang berkaitan. Pemerintah berharap agar efek ikutan dari UU Cipta Kerja ini bisa segera terlihat, terutama peningkatan daya beli masyarakat.
In Picture: Tok! DPR Sahkan RUU Cipta Kerja Jadi Undang-Undang
Seperti diketahui, DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi undang-undang. Persetujuan diambil dalam Rapat Paripurna Masa Sidang IV tahun sidang 2020-2021 yang digelar di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10) sore.
Ada sejumlah poin yang telah disetujui selama pembahasan RUU Cipta Kerja. Beberapa di antaranya terkait pesangon, upah minimum, dan jaminan kehilangan pekerjaan.
Terkait Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), pemerintah dan DPR juga sepakat untuk tetap dijalankan dengan syarat atau kriteria tertentu. UMK juga tetap ada menyesuaikan inflasi dan tidak dikelompokan secara sektoral.
Poin lain yang juga disetujui adalah soal Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Kecelakaan Kerja. Semua jaminan kehilangan pekerjaan ini, pada intinya disetujui untuk tetap disubsidi melalui upah dengan menggunakan data BPJS Ketenagakerjaan.
RUU Cipta Kerja juga tidak akan menghilangkan hak cuti haid dan hamil. Selain itu, persoalan pemutusan hubungan kerja (PHK) tetap diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) sekaligus panitia kerja (Panja) RUU Cipta Kerja Supratman Andi Agtas menyampaikan pada rapat paripurna di DPR, hari ini menyatakan, tujuh fraksi setuju RUU Cipta Kerja disahkan menjadi undang-undang. Sementara, Fraksi Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan menolak RUU Cipta Kerja disahkan.
"Seluruh fraksi, sembilan fraksi menaruh sungguh-sungguh perhatian kepastian akan hak-hak bekerja. Selalu menjadi hal yang perlu diperjuangkan dalam tingkat panja," ujar Supratman.