REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengingatkan industri rokok nasional maupun internasional agar tidak "macam-macam" terkait pengendalian rokok dan iklan rokok. Sebab, pemerintah setempat berkomitmen dalam melindungi generasi penerus dari bahaya akibat rokok.
"Jangan macam-macam sama Kota Bogor, Insha Allah kalian tidak bisa masuk ke Kota Bogor," kata Bima saat diskusi daring dengan tema Menagih Komitmen Pemerintah Pusat Melarang Iklan Rokok yang dipantau di Jakarta, Rabu (7/10).
Upaya pengendalian tembakau di kota tersebut sejatinya hanya meneruskan kebijakan yang telah dibuat oleh kepala daerah sebelumnya. Ia mengatakan dalam mengendalikan tembakau perlu memerhatikan beberapa aspek dan sikap konsisten dalam menjalankannya.
Pertama, ialah komitmen politik suatu daerah. Hal ini penting sekali. Sebab, apabila kepala daerah semangat dalam pengendalian tembakau namun pejabat di bawahnya belum tentu maka butuh keseriusan dan komitmen.
Apabila komitmen politik telah disepakati maka selanjutnya perlu membuat regulasi yakni berupa peraturan daerah (perda) kawasan tanpa rokok, regulasi tentang pelarangan iklan tembakau termasuk batas usia yang boleh membeli rokok. "Jadi regulasi itu sebaiknya semakin lama semakin tajam," kata Bima.
Seterusnya, aspek pengawasan dalam implementasi dari komitmen dan regulasi yang dibuat dan disepakati tadi. Hal ini penting agar apa yang telah dibuat bisa berjalan dengan baik.
Tidak hanya sampai di situ, setiap daerah yang ingin komitmen dalam pengendalian tembakau maka juga harus menyiapkan data yang akurat baik itu terkait kedisiplinan warga, efektivitas perda, data Pendapatan Asli Daerah dan lain sebagainya juga harus disiapkan.
"Terakhir kita butuh kolaborasi jejaring karena tidak mungkin kerja sendiri," ujarnya.
Senada dengan itu, Wali Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, Desri Asta mengatakan telah membuat perda kawasan tanpa rokok serta iklan rokok guna pengendalian tembakau di daerah itu. Hal mendasar lahirnya perda tersebut ialah untuk melindungi generasi muda dari bahaya paparan zat adiktif.
Pada 2013 Pemerintah Kota Sawahlunto mengadakan sebuah survei tentang perilaku hidup bersih dan sehat dalam keluarga. Dari survei itu didapatkan tingkat perilaku hidup bersih dan sehat dalam keluarga hanya 31,4 persen.
"Ini rendah karena masih banyak masyarakat yang merokok dalam ruangan atau dalam rumah," kata Desri.