Kamis 08 Oct 2020 12:11 WIB

Umar bin Khaththab Tolak Diperlakukan Spesial di Persidangan

Meski sebagai khalifah, Umar tidak mau diperlakukan spesial

Rep: Andrian Saputra/ Red: Esthi Maharani
Umar bin Khatab
Foto: Mgrol120
Umar bin Khatab

REPUBLIKA.CO.ID, Umar bin Khaththab adalah sosok yang menjunjung tinggi keadilan. Meski sebagai khalifah, Umar tidak mau diperlakukan spesial ketika berada dalam persidangan dalam sebuah sengketa dengan sahabatnya.

Dikutip dari Cahaya Abadi Muhammad SAW Kebanggaan Umat Manusia karya Muahmmad Fethullah Gulen diceritakan ketika menjabat sebagai khalifah, Umar bin Khaththab adalah sosok yang sangat dihormati dan disegani. Dengan kekuasaannya yang mencakup wilayah amat luas dari Yaman hingga sungai Amu Darya di dekat kota Bukhara, Umar pantas dianggap sebagai khlaifah besar dalam sejarah.

Pada suatu ketika, Umar bin Khaththab bersengketa dengan Ubay bin Kab. Pada saat itu Umar mengajak Ubay agar mencari orang yang dapat menengahi sengketa mereka.

Beberapa saat kemudian, keduanya pun bersepakat memilih Zaid bin Tsabit untuk ditunjuk sebagai penengah. Mereka pun mendatangi Zaid. Umar bin Khaththab menyampaikan maksudnya yakni agar Zaid berkenan menjadi penengah persengketaannya dengan Ubay bin Kab. Memang rumah Zaid bin Tsabit biasa dilangsungkan sidang.

Setelah Zaid menyetujui permintaan Umar, Zaid pun meminta Umar bin Khaththab dan Ubay bin Kab masuk ke rumahnya. Tetapi ketika sidang dimulai, Zaid sengaja bergeser dari tempat duduknya untuk mempersilakan Umar duduk di kursinya. Hal itu dilakukan Zaid karena Umar adalah seorang khalifah.

“Duduklah di sini wahai Amirul Mukminin,”

Tetapi Umar bin Khathtab menolaknya. Umar lebih memilih duduk pada posisi sama dengan Ubay bin Kab. “Inilah awal kekeliruanmu dalam memutuskan perkara. Aku memilih duduk bersama seteruku ini saja,”.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement