REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menggunakan media sosial untuk tahu perkembangan kehidupan orang lain itu bagus. Di lain sisi, berhati-hatilah merespons foto-foto perjalanan, swafoto yang memikat, dan foto makanan yang dipamerkan.
Terpaan foto-foto itu berpotensi memantik timbulnya rasa iri. Pengguna media sosial bisa merasa kehidupannya tak cukup bagus dan penampilannya pun biasa saja.
Anda juga merasa begitu? Peneliti menyarankan bahwa mungkin lebih baik bagi kesehatan mental Anda untuk tidak merekayasa pandangan ideal tentang diri Anda di media sosial.
Studi yang dipublikasikan di Nature Communications secara khusus berfokus pada Facebook dan menunjukkan bahwa ada manfaat psikologis yang terkait dengan sikap autentik dalam hal postingan di media sosial dan tanda like yang diberikan. Studi ini diteliti oleh tim peneliti AS di New York's Columbia Business School (CBS) dan Kellogg School of Management di Northwestern University di Chicago, dilansir Health24, Sabtu (10/10).
Langkah pertama penelitian mereka mencermati lebih dari 10.500 data pengguna Facebook yang telah menyelesaikan penilaian kepuasan hidup dan kepribadian dari 2007 hingga 2012.
Lantas, untuk mengetahui sejauh mana unggahan di Facebook mewakili ekspresi autentik dari kepribadian mereka, para peneliti membandingkan penilaian diri ini dengan prediksi kepribadian pengguna berdasarkan jejak digital yang tersisa di Facebook, seperti like dan unggahan Facebook.
Partisipan yang mengekspresikan diri mereka dengan cara yang lebih autentik ternyata melaporkan tingkat kepuasan hidup yang lebih tinggi. Efek ini tampak konsisten di berbagai tipe kepribadian.
Pada bagian kedua penelitian, tim peneliti menganalisis 90 siswa yang mengunggah secara autentik di Facebook selama sepekan, diikuti dengan mem-posting dengan cara 'mengidealkan diri sendiri', juga selama satu pekan.
Erica Bailey, seorang mahasiswa doktoral dalam manajemen di CBS dan rekan penulis studi menjelaskan bahwa posting yang tidak autentik alias dibuat-buat tak ubahnya postingan seseorang yang introver tentang betapa bersemangatnya mereka keluar selama akhir pekan. Kesejahteraan subjektif siswa ditemukan lebih tinggi pada pekan ketika mereka diminta untuk mem-posting secara autentik.
"Didorong untuk mem-posting dengan cara yang autentik dikaitkan dengan suasana hati yang lebih positif dan menyenangkan, di samping berkurangnya suasana hati yang negatif pada dalam peserta," kata Erica Bailey.
Menurut Bailey, penemuan mereka menunjukkan bahwa semua individu, terlepas dari ciri kepribadiannya, bisa mendapatkan keuntungan dari menjadi autentik di media sosial. Profesor Columbia Business School, Sandra Matz mengatakan bahwa media sosial memungkinkan pengguna memiliki kendali yang besar dalam memutuskan kepribadian yang ingin mereka tunjukkan kepada dunia. Dengan kendali itu datanglah godaan untuk menciptakan 'diri terbaik' kita.
"Kami menunjukkan bahwa menahan godaan ini, dan sebagai gantinya berbagi pengalaman autentik sehari-hari, sangat penting dalam hal kepuasan hidup dan kebahagiaan pengguna," kata Prof. Matz.
Profesor Sheena Iyengar menambahkan bahwa satu hal yang jelas: bagaimana seseorang terlibat di media sosial berdampak besar pada apa yang mereka peroleh dari media sosial.
"Keputusan tersehat yang dapat dibuat seseorang untuk kebahagiaan dan kesejahteraan mereka saat berada di media sosial adalah tetap jujur pada diri sendiri dan berbagi kehidupan apa adanya," kata Prof. Iyengar.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan dapat mendorong kecenderungan narsistik pada remaja serta perilaku anti-sosial pada orang dewasa.
Sementara penelitian lain menemukan bahwa penggunaan platform harian yang berlebihan seperti Facebook dan Instagram dapat memicu depresi, kecemasan, dan gangguan psikologis lainnya. Ini menunjukkan pentingnya mengambil jeda dari menggunakan media sosial.