Ahad 11 Oct 2020 16:31 WIB

Satu Mahasiswa UGM Dipaksa Mengaku Sebagai Provokator

Akhfa Rahman dirawat di RS Bhayangkara setelah mendapat kekerasan dari aparat.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Andri Saubani
Peserta Alaksi unjuk rasa tolak Omnibus Law terkena gas air mata di DPRD DIY, Kamis (8/10).
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Peserta Alaksi unjuk rasa tolak Omnibus Law terkena gas air mata di DPRD DIY, Kamis (8/10).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Akhfa Rahman Nabiel (20) salah satu korban demo ricuh di DPRD DIY beberapa hari lalu kini dirawat di RS Bhayangkara Sleman. Mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada angkatan 2017 itu mengaku sempat dipukuli dan dipaksa mengaku sebagai provokator oleh aparat.

Walau sudah di ruang inap, selang infus dan oksigen masih terpasang di tubuh Nabiel. Ia mengaku masih sesak napas usai alami tendangan oknum aparat, dan wajahnya lebam usai dipukuli saat diinterogasi di salah satu ruang DPRD DIY.

Baca Juga

Saat aksi demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja 8 Oktober 2020 lalu, Nabiel sendiri bercerita datang terlambat. Ia menyusul rekan demonstran lain yang sudah jalan kaki dari Bundaran UGM menuju Malioboro.

Menggunakan sepeda motor, Nabiel membawa dua kardus air untuk dibagikan ke rekan demonstran lain. Setelah memarkir kendaraan di area parkir Abu Bakar Ali, sambil bagikan air Nabiel bergabung dengan iringan mahasiswa UGM lain.

Saat ini, Nabiel memang berada di posisi depan. Tidak lama saat berada di depan pintu masuk DPRD DIY, demo ricuh setelah beberapa aparat terprovokasi ulah oknum demonstran dan Nabiel mundur bersama polisi masuk ke Aula DPRD.

Saat berlindung di Aula DPRD itu, Nabiel didatangi seorang aparat yang mulai menginterogasinya. Setelah itu, Nabiel dan rekan-rekan demonstran lain malah ditangkap, telepon selulernya disita, bahkan mengalami pukulan bertubi-tubi.

"Kepala dan muka saya beberapa kali dipukul, sampai gagang kaca mata saya patah," kata Nabiel saat dijenguk Direktur Kemahasiswaan UGM, Dr Suharyadi, Jumat (9/10) sore.

Tidak berhenti sampai di sana, Nabiel malah diminta aparat mengaku sebagai provokator setelah isi percakapannya soal demo diperlihatkan kepadanya. Padahal, Nabiel meyakini, isi percakapan hanya candaan dengan mahasiswa UGM lain soal demo.

"Mereka anggap chat saya dengan mahasiswi ini untuk provokasi demo Gedung DPRD jadi ricuh," ujar Nabiel.

Tidak mau mengaku, lagi-lagi Nabiel mendapat pukulan aparat. Jelang sore, Nabiel disuruh berjalan jongkok dari lantai tiga Gedung DPRD menuju mobil bak terbuka untuk dibawa, yang seingat Nabiel ke Polresta Yogyakarta.

Nabiel mengaku sudah lemas dan merasa fisiknya tidak mampu berjalan lagi. Sesamainya di kantor Polisi, Nabiel sempat dipapah aparat, mendapatkan bantuan oksiten dan akhirnya dibawa ke rumah sakit karena terus melemah.

Ia mengaku sangat bersyukur kini sudah mendapatkan perawatan di rumah sakit. Ketika dijenguk Direktur Kemahasiswaan UGM, Nabiel mendapat banyak movitasi agar lekas sembuh dan bisa beraktivitas kembali.

"Pak Haryadi minta saya tetap semangat, tetap pikir positif. Saya ingin masalah ini cepat selesai dan bisa kuliah kembali," kata Nabiel.

Kasubag Humas Polrestas Yogyakarta, Iptu Sartono mengatakan, tidak ada dari tersangka kericuhan demo di DPRD DIY yang merupakan mahasiswa UGM.

"Saya belum dapat informasi perkembangan penyelidikan kejadian 8 Oktober 2020. Untuk yang tersangka kemarin empat orang itu tidak ada yang dari mahasiswa UGM," kata Sartono kepada Republika.co.id, Ahad (11/10).

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement