Kamis 15 Oct 2020 11:12 WIB

Penyanyi Mesir Tambahkan Sentuhan Modern dalam Dzikir Islam

Penyanyi Mesir mencampurkan seni dzikir agama dengan musik Barat dan Timur lainnya

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Esthi Maharani
Penyayi religi Mesir Syekh Mahmoud El Tohamy.
Foto: The National AE
Penyayi religi Mesir Syekh Mahmoud El Tohamy.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Penyanyi asal Mesir, Mahmoud al-Tohamy, merupakan pakar nyanyian atau dzikir Islam, inshad. Meski demikian, ilmu yang ia miliki tak menghentikannya untuk membawakan lagu tema "Game of Thrones".

Pada usia 41 tahun, Tohamy terinspirasi cabang mistik Sufi Islam yang sangat berkomitmen pada esensi spiritual dari pertunjukan kuno puisi dan syair renungan. Dia lantas mendapatkan ketenaran global sebagai pelopor artistik, yang menggabungkan inshad dengan gaya lain. Tujuannya, menciptakan karya musik yang eksperimental nan memukau.

Meski interpretasi paling ketat dari seni dzikir melarang pelantunnya menggunakan alat musik pengiring, Tohamy telah bekerja sama dengan band rock gaya Barat dan orkestra musik klasik. Proyek terbaru yang ia kerjakan adalah mencampurkan bahasa Arab klasik dengan musik populer. Termasuk di dalamnya menggabungkan dengan genre rock dan pop.

"Saya berusaha mencampurkan seni dzikir agama yang tradisional dengan sentuhan musik Barat dan Timur lainnya. Dengan cara itu, kami mampu menyebarkan bahasa Arab klasik di Barat serta di budaya pemuda lokal," katanya dilansir di Daily Mail, Kamis (15/10). Nyanyian dzikir atau 'nasheed', secara tradisional dibawakan solo atau akapela.

Tohamy menyebut penonton Barat dan asing lebih memperhatikan inshad daripada penonton lokal. Mereka kemungkinan tidak mengerti kata-kata atau maknanya, tapi mereka merasakan musiknya.

Pria ini lahir dari keluarga yang erat dengan dzikir agama di bagian selatan Provinsi Asyut. Penyanyi Yassin al-Tohamy, adalah ayahnya dan menjadi salah satu artis religius Mesir paling dicintai. Sejak 2014, Tohamy menjalankan sekolah musik di Kairo. Ia ingin mewariskan seni religius kepada generasi baru.

Saat mengajar ia akan mengenakan kemeja musim panas yang tipis, celana pendek denim, topi serta kacamata hitam. Ia memilih tak menggunakan jubah longgar tradisional dan sorban.

"Di sini, saya berada di antara anak-anak dan para pelantun muda. Mereka mungkin tidak nyaman melihat sorban dan jubah, yang dapat mempengaruhi interaksi kita," katanya.

Pakaian tradisional seperti itu biasanya digunakan saat penontonnya lebih konservatif, seperti di daerah pedesaan Mesir Hulu.

Baru-baru ini, ia mengadakan kelas bagi pria muda, wanita, bahkan anak-anak, di halaman luas Istana Pangeran Taz era Mamluk di Kairo tengah. Di sana, nyanyian lembut bergema dari mural istana yang bertuliskan kaligrafi Kufi yang rumit dan seni Islam yang semarak.

Sejauh ini, sembilan kelompok siswa telah lulus dari sekolah tersebut. Mereka mengikuti kelas ilmu melodi, prosa berima, dan fonologi Arab selama empat hingga enam bulan.

"Sekolah kami menyambut semua orang dengan bakat dari segala usia, kebangsaan dan ras," kata Tohamy.

Sejauh pengalaman yang ia miliki, ia menyadari jika Inshad mendapatkan lebih banyak penggemar di luar negeri. Selama bertahun-tahun, ia telah tampil di festival musik internasional dengan tujuan menyatukan kembali nyanyian religius dalam seni humanis.

Pada 2017, ia berkolaborasi dalam tiga lagu untuk album AS "Origin", yang memenangkan hadiah di Penghargaan Musik Global. Beberapa lulusan mudanya juga pernah tampil di acara pencarian bakat TV Prancis, "The Voice Kids".

Tohamy baru-baru ini berkolaborasi dengan musisi Mesir Fathy Salama, pemenang Grammy Award.  Proyek bersama dengan tema "Sufism vs modernity" ini mendapatkan perhatian global.

Mereka telah merencanakan tampil di Italia dan Norwegia. Tetapi pertunjukan harus ditunda karena pandemi virus Covid-19.

Selama kelas di Taz Palace, dia meminta siswanya untuk tampil menyesuaikan dengan musik dari serial fantasi televisi blockbuster, "Game of Thrones".

Ia menekankan jika siswa harus mengabdikan diri pada esensi bentuk musik. Seniman religi diminta tidak menyerah pada ornamen yang datang bersama daya tarik dan komersialisasi internasional yang berkembang.

“Sudah menjadi hal lumrah bagi penyanyi religi profesional saat ini hanya mengandalkan bakat dan pengalaman, tanpa pengetahuan yang memadai,” ujarnya.

Tohamy menggambarkan dirinya sebagai "pecinta tasawuf", yang mencakup tarian ritual, dzikir dan pembacaan doa. Apa yang ia lakukan kerap dicela oleh beberapa cabang fundamentalis Islam sebagai hal yang sesat.

Meski menghadapi banyak tantangan, pelantun ulung itu mengatakan Sufi Islam dan bentuk seninya telah memainkan peran utama dalam mengoreksi keyakinan dan gagasan di saat ekstremisme, kekerasan, dan terorisme melanda.  

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement