REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Armenia dan Azerbaijan telah menyetujui melakukan gencatan senjata dalam konflik Nagorno-Karabakh. Persetujuan penghentian perang ini disetujui keduanya pada Sabtu (17/10).
Wakil Ketua Umum Majelis Indonesia (MUI) KH Muhyiddin Junaiddi mengatakan, sebagai negara dengan penduduk Islam terbesar, Indonesia perlu menjadi mediator perdamaian. Karena dua negara tersebut adalah anggota Gerakan Non Blok (GNB), terlebih Azerbaijan memiliki hubungan emosional dengan Indonesia.
"Apalagi Azerbejan punya hubungan bilateral yang baik dengan Indonesia dan mitra dagang strategis," kata KH Muhyiddin saat dihubungi, Ahad (18/10).
KH Muhyiddin menceritakan, perang antara Armenia dan Azerbaijan bukan baru pertama kali meletus, konflik bersenjata sudah terjadi sejak 30 tahun yang lalu. Kata dia, dalam Islam tujuan perang adalah untuk menjaga kedaualatan dan integritas negara serta menyelamatkan manusia dari kepunahan.
"Azerbaijan dengan mayoritas penduduknya yang muslim telah sabar menahan arogansi Armenia yang disupport oleh Russia dan AS dalam konflik tentang kawasan Narogo Karabakh," ujarnya.
Wilayah tersebut, kata KH Muhyiddin yang juga Ketua Komisi Hubungan Internasional MUI ini mengatakan, konon Azerbaizan kaya sumber daya alam yang tentu sangat vital bagi pengembangan kawasan dan nasional.
"Armenia dengan mayoritas penduduknya non muslim, memang berada di atas angin karena dukungan beberapa negara tetangga, seperti Iran dan Rusia. Hubungan emosional mendorong Eropa bersama Armenia," katanya.
Sementara kata KH Muhyiddin, Azerbejan usai menanda tangani pakta kerja sama deng Turki, berhasil mendapatkan support logistik yang cukup memadai sehingga mampu mengimbangi dan menguasai medan laga. Keunggulan tersebut di maksimalkan dengan terus memperluas wilayah yang sejak tiga dekade di bawah kendali Armenia.
"Bahkan ribuan warga sipil Azerbaijan antri dengan penuh semangat untuk mendaftarkan diri menjadi Mujahid demi membela kedaulatan negara mereka," katanya.