Ahad 18 Oct 2020 13:14 WIB

KSPI Tolak Terlibat Pembahasan Aturan Turunan Cipta Kerja 

KSPI juga mendesak agar pemerintah tidak kejar tayang dalam menyusun PP. 

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
[Ilustrasi] Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
[Ilustrasi] Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengatakan tidak akan terlibat dalam pembahasan aturan turunan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Saat ini, pemerintah sedang menyiapkan 35 Peraturan Pemerintah (PP) dan lima Peraturan Presiden (Perpres) sebagai aturan turunan UU Cipta Kerja.

"Terkait dengan aturan turunan, KSPI menolak untuk terlibat dalam pembahasan," kata Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI, Kahar S Cahyono, Ahad (18/10).

Baca Juga

Kahar menambahkan, KSPI juga mendesak agar pemerintah tidak kejar tayang dalam menyusun PP. Hal tersebut lantaran saat ini UU Cipta Kerja masih terus ditentang buruh dan sejumlah elemen lainnya.

Sementara itu terkait langkah apa saja yang akan dilakukan buruh dalam menolak UU Cipta Kerja, Kahar menyatakan ada empat langkah yang akan dilakukan. Pertama, KSPI sedang mempersiapkan ke uji formil dan materiil ke Mahkamah Konstitusi.

Kedua, meminta legislatif review ke DPR RI dan eksekutif review ke Pemerintah. Ketiga, melakukan sosialisasi atau kampanye tentang isi dan alasan penolakan omnibus law UU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan oleh buruh. 

Keempat, akan mempersiapkan aksi lanjutan secara terukur terarah dan konstitusional, baik di daerah maupun aksi secara nasional. "KSPI belum memutuskan untuk aksi tanggal 20 Oktober," ucap Kahar.

Sebelumnya Presiden KSPI Said Iqbal menyatakan bahwa penolakan KSPI untuk terlibat dalam pembahasan aturan turunan UU Cipta Kerja merupakan komitmen kaum buruh dalam menolak omnibus law UU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan. Said mengatakan, kalau pemerintah kejar tayang lagi dalam membuat aturan turunannya, maka ada dugaan serikat buruh hanya digunakan sebagai stempel atau alat legitimasi saja. 

"Buruh menolak omnibus law UU Cipta Kerja. Dengan demikian tidak mungkin buruh menerima peraturan turunannya. Apalagi terlibat membahasnya," tegas Said Iqbal.  

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement